Kamis, 16 Juni 2011

MULTIMEDIA DALAM MEDIA PEMBELAJARAN

Pimp-My-Profile.com
THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES skip to main | skip to sidebar MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaram yaitu media dimana seluruh pelajar bisa mendapatkan ilmu pengetahuan  Selasa, 10 Maret 2009
MULTIMEDIA DALAM MEDIA PEMBELAJARAN
1. Fungsi Media Pembelajaran.
Media memiliki multi makna, baik dilihat secara terbatas maupun secara luas. Munculnya berbagai macam definisi disebabkan adanya perbedaan dalam sudut pandang, maksud, dan tujuannya. AECT (Association for Education and Communicatian Technology) dalam Harsoyo (2002) memaknai media sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi. NEA (National Education Association) memaknai media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Raharjo (1991) menyimpulkan beberapa pandangan tentang media, yaitu Gagne yang menempatkan media sebagai komponen sumber, mendefinisikan media sebagai “komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang dapat merangsangnya untuk belajar.” Briggs berpendapat bahwa media harus didukung sesuatu untuk mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya terjadi proses belajar, yang mendefinisikan media sebagai wahana fisik yang mengandung materi instruksional. Wilbur Schramm mencermati pemanfaatan media sebagai suatu teknik untuk menyampaikan pesan, di mana ia mendefinisikan media sebagai teknologi pembawa informasi/pesan instruksional. Yusuf hadi Miarso memandang media secara luas/makro dalam sistem pendidikan sehingga mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik
Harsoyo (2002) menyatakan bahwa banyak orang membedakan pengertian media dan alat peraga. Namun tidak sedikit yang menggunakan kedua istilah itu secara bergantian untuk menunjuk alat atau benda yang sama (interchangeable). Perbedaan media dengan alat peraga terletak pada fungsinya dan bukan pada substansinya. Suatu sumber belajar disebut alat peraga bila hanya berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran saja; dan sumber belajar disebut media bila merupakan bagian integral dari seluruh proses atau kegiatan pembelajaran dan ada semacam pembagian tanggungjawab antara guru di satu sisi dan sumber lain (media) di sisi lain. Pembahasan pada pelatihan ini istilah media dan alat peraga digunakan untuk menyebut sumber atau hal atau benda yang sama dan tidak dibedakan secara substansial.
Rahardjo (1991) menyatakan bahwa media dalam arti yang terbatas, yaitu sebagai alat bantu pembelajaran. Hal ini berarti media sebagai alat bantu yang digunakan guru untuk:
memotivasi belajar pesertaÞ didikmemperjelas informasi/pesan pengajaranÞmemberi tekanan padaÞ bagian-bagian yang pentingmemberi variasi pengajaranÞmemperjelasÞ struktur pengajaran.
Di sini media memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan sarana visual, di mana 11% dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan 83% lewat indera penglihatan. Di samping itu dikemukakan bahwa kita hanya dapat mengingat 20% dari apa yang kita dengar, namun dapat mengingat 50% dari apa yang dilihat dan didengar.
2. Kemampuan media sebagai alat bantu kegiatan pembelajaran
Rahardjo (1991) menguraikan dengan berangkat dari teori belajar diketahui bahwa hakekat belajar adalah interaksi antara peserta didik yang belajar dengan sumber-sumber belajar di sekitarnya yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku belajar dari tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, tidak jelas menjadi jelas, dsb. Sumber belajar tersebut dapat berupa pesan, bahan, alat, orang, teknik dan lingkungan. Proses belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti sikap, pandangan hidup, perasaan senang dan tidak senang, kebiasaan dan pengalaman pada diri peserta didik. Bila peserta didik apatis, tidak senang, atau menganggap buang waktu maka sulit untuk mengalami proses belajar.
Faktor eksternal merupakan rangsangan dari luar diri peserta didik melalui indera yang dimilikinya, terutama pendengaran dan penglihatan. Media pembelajaran sebagai faktor eksternal dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi belajar karena mempunyai potensi atau kemampuan untuk merangsang terjadinya proses belajar. Contohnya, (a) menghadirkan obyek langka: koleksi mata uang kuno, (b) konsep yang abstrak menjadi konkrit: pasar, bursa, (c) mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak: siaran radio atau televisi pendidikan, (d) menyajikan ulangan informasi secara benar dan taat asas tanpa pernah jemu: buku teks, modul, program video atau film pendidikan,. (e) memberikan suasana belajar yang santai, menarik, dan mengurangi formalitas.
Edgar Dale dalam Rahardjo (1991) menggambarkan pentingya visualisasi dan verbalistis dalam pengalaman belajar yang disebut “Kerucut pengalaman Edgar Dale” dikemukakan bahwa ada suatu kontinuum dari konkrit ke abstrak antara pengalaman langsung, visual dan verbal dalam menanamkan suatu konsep atau pengertian. Semakin konkrit pengalaman yang diberikan akan lebih menjamin terjadinya proses belajar. Namun, agar terjadi efisiensi belajar maka diusahakan agar pengalaman belajar yang diberikan semakin abstrak (“go as low on the scale as you need to ensure learning, but go as high as you can for the most efficient learning”).
Raharjo (1991 menyatakan bahwa visualisasi mempermudah orang untuk memahami suatu pengertian. Sebuah pemeo mengatakan bahwa sebuah gambar “berbicara“ seribu kali dari yang dibicarakan melalui kata-kata (a picture is worth a thousand words). Hal ini tidaklah berlebihan karena sebuah durian “monthong” atau gambarnya akan lebih menjelaskan barangnya (atau pengertiannya) daripada definisi atau penjelasan dengan seribu kata kepada orang yang belum pernah mengenalnya. Salah satu dari sarana visual yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar tersebut adalah OHT atau “overhead transparency.“ Sarana visual seperti OHT ini bila digarap dengan baik dan benar. Di samping dapat mempermudah pemahaman konsep dan daya serap belajar siswa, juga membantu pengajar untuk menyajikan materi secara terarah, bersistem dan menarik sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Inilah manfaat yang harus dioptimalkan dalam pembuatan rancangan media seperti OHT ini.
3. Jenis-jenis media
Media cukup banyak macamnya, Raharjo (1991) menyatakan bahwa ada media yang hanya dapat dimanfaatkan bila ada alat untuk menampilkanya. Ada pula yang penggunaannya tergantung pada hadirnya seorang guru, tutor atau pembimbing (teacher independent). Media yang tidak harus tergantung pada hadirnya guru lazim tersebut media instruksional dan bersifat “self Contained”, maknanya: informasi belajar, contoh, tugas dan latihan serta umpanbalik yang diperlakukan telah diprogramkan secara terintegrasi.
Dari berbagai ragam dan bentuk dari media pengajaran, pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi dapat juga ditinjau dari jenisnya, yaitu dibedakan menjadi media audio, media visual, media audio-visual, dan media serba neka.1. Media Audio : radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon .2. Media Visual :
a. Media visual diam : foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip) , transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta, dan globe.
b. Media visual gerak : film bisu.
3. Media Audio-visuala. Media audiovisual diam : televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan suara , buku dan suara. b. Media audiovisual gerak : video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.
4. Media Serba aneka :
a. Papan dan display : papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah dinding, papan magnetic, white board, mesin pangganda.
b. Media tiga dimensi : realia, sampel, artifact, model, diorama, display.
c. Media teknik dramatisasi : drama, pantomim, bermain peran, demonstrasi, pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.d. Sumber belajar pada masyarakat : kerja lapangan, studi wisata, perkemahan.e. Belajar terprogram f. Komputer
Media yang tidak memerlukan keahlian khusus misalnya :Papan tulis /Ø whiteboardTransparansi (OHT)ØBahan cetak ( buku, modul, handoutØ )Media yang memerlukan keahlian khusus :Program audioØ visualProgram slide, Microsoft PowerpointØProgram internetØ
Yang tergantung hadirnya guru misalnya :Papan tulis / whiteboardØTansparansiØ (OHT )Sedangkan yang tidak bergantung kehadiran guru misalnya :UmumnyaØ media rekamBahan belajar mandiriØ(dapat dipelajari tanpa guru/ pengajar )
Pemilihan MediaTiap jenis media mempunyai karakteristik atau sifat-sifat khas tersendiri. Artinya mempunyai kelebihan dan kekurangan satu terhadap yang lain . Sifat-sifat yang biasanya dipakai untuk menentukan kesesuaian penggunaan atau pemilihan media ialah :Jangkauan:Beberapa media tertentu lebih sesuai untuk pengajaran individual misalnya buku teks, modul, program rekaman interaktif (audio, video, dan program computer). Jenis yang lain lebih sesuai untuk pengajaran kelompok di kelas, misalnya media proyeksi (OHT, Slide, Film) dan juga program rekaman (audio dan video). Ada juga yang lebih sesuai untuk pengajaran massal , misalnya program siaran ( radio, televisi, dan konferensi jarak jauh dengan audio).Keluwesan :Dari segi keluwesan, media ada yang praktis mudah dibawa kemana-mana , digunakan kapan saja, dan oleh siapa saja, misalnya media cetak seperti buku teks , modul , diktat , dll.Ketergantungan Media :Beberapa media tergantung pemakaianya pada sarana/fasilitas tertentu atau hadirnya seorang penyaji/guru.Kendali / control :Kadang-kadang dirasa perlu agar control belajar ada pada peserta didik sendiri ( pelajar individu), pada guru ( pelajaran klasikal ) , atau peralatan.Atribut :Penggunaan media juga dapat dirasakan pada kemampuanya memberikan rangsangan suara, visual, warna maupun gerak.Biaya :Alasan lain untuk menggunakan jenis media tertentu ialah karena murah biaya pengadaan atau pembuatanya .Media transparansi (OHT ) adalah sarana visual berupa huruf , lambang, gambar, grafis maupun gabungannya yang dibuat pada bahan tembus pandang atau transparan untuk diproyeksikan pada sebuah layar atau dinding dengan menggunakan alat yang disebut “overhead projector “ atau OHP. Sebagaimana halnya dengan semua jenis media proyeksi , OHT mempunyai kemampuan untuk membesarkan bayanganya di layar atau didinding sejauh kekuatan lensa dan sinar proyeksinya dapat mendukung . Oleh sebab itu , OHT sangat sesuai untuk kegiatan seminar, lokakarya, pengajaran maupun latihan yang melibatkan kelompok sasaran yang cukup besarnya sampai efektif 60 orang. Selebihnya mungkin perlu ditunjang dengan sarana “sound system“ yang memadai karena keterbatasan jangkauan suara pengajar. Untuk dapat menggarap maupun memanfaatkan media ini sebaiknya kita harus mengenal karakteristiksnya. Media OHT mempunyai kelebihan- kelebihan dan kelemahan- kelemahan yang harus diperhitungkan dalam perencanaannya.
Dampak perubahan media komunikasi pada media pembelajaranNasution (1987) menguraikan bahwa perkembangan media komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini. Hal ini diawali dari penemuan alat cetak oleh Guntenberg pada abad ke lima belas tentang buku yang ditulis yang melahirkan buku-buku cetakan. Penemuan fotografi mempercepat cara illustrasi. Lahirnya gambar hidup memungkinkan kita melihat dalam “slow motion“ apa yang dahulu tak pernah dapat kita amati dengan teliti . Rekaman memungkinkan kita mengulangi lagu-lagu yang dibawakan oleh orkes-orkes terkenal. Radio dan televisi menambah dimensi baru kepada media komunikasi . Video recorder memungkinkan kita merekam program TV yang dapat kita lihat kembali semua kita. Kemampuan membuat kertas secara masinal membawa revolusi dalam media komunikasi dengan penerbitan surat kabar dan majalah dalam jumlah jutaan rupiah tiap hari . Komputer membuka kesempatan yang tak terbatas untuk menyimpan data dan digunakan setiap waktu diperlukan .Para pendidik segera melihat manfaat kemajuan dalam media komunikasi itu bagi pendidikan. Buku sampai sekarang masih memegang peranan yang penting sekali dan mungkin akan masih demikian halnya dalam waktu yang lama. Namun ada yang optimis yang meramalkan bahwa dalam waktu dekat semua aspek kurikulum akan di-komputer-kan .Memang kemampuan komputer sungguh luar biasa . Dalam sehelai nikel seluas 20 x 25 cm dapat disimpan isi perpustakaan yang terdiri atas 20.000 jilid . Namun ramalan bahwa seluruh kurikulum akan di-komputer-kan dalam waktu dekat rasanya masih terlampau optimis . Sewaktu gambar hidup ditemukan oleh Thomas Alva Edison pada tahun 1913 telah diramalkan bahwa buku-buku segera akan digantikan oleh gambar hidup dan seluruh pengajaran akan dilakukan tidak lagi melalui pendengaran akan tetapi melalui penglihatan. Namun tak dapat disangkal faedah berbagai media komunikasi bagi pendidikan.Ada yang berpendapat bahwa banyak dari apa yang diketahui anak pada zaman modern ini diperolehnya melalui radio, film, apalagi melalui televisi, jadi melalui media massa. Cara-cara untuk menyampaikan sesuatu melalui TV misalnya yang disajikan dengan bantuan para ahli media massa jauh lebih bermutu dari pelajaran yang diberikan oleh guru dalam kelas .Penggunaan alat media dalam pendidikan melalui dengan gerakan “audio-visual aids“ pada tahun 1920-an di Amerika Serikat. Sebagai “aids“ alat-alat itu dipandang sebagai pembantu guru dalam mengajar, sebagai ekstra atau tambahan yang dapat digunakan oleh guru bila dikehendakinya. Namun pada tahun 1960-an timbul pikiran baru tentang penggunaannya, yang dirintis oleh Skinner dengan penemuannya “ programmed instruction“ atau pengajaran berprograma. Dengan alat ini anak dapat belajar secara individual. Jadi alat ini bukan lagi sekedar alat bantuan tambahan akan tetapi sesuatu yang digunakan oleh anak dalam proses belajarnya. Belajar beprograma mempunyai pengaruh yang besar sekali pada perkembangan teknologi pebdidikan. Di Ameriks Serikat teknologi pendidikan dipandang sebagai media yang lahir dari revolusi media komunikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan di samping, guru, buku, dan papan tulis. Di Inggris teknologi pendidikan dipandang sebagai pengembangan, penerapan, dan sistem evaluasi, teknik dan alat-alat pendidikan untuk memperbaiki proses belajar. Teknologi pendidikan adalah pendekatan yang sistematis terhadap pendidikan dan latihan, yakni sistematis dalam perumusan tujuan, analisis dan sintesis yang tajam tentang proses belajar mengajar. Teknologi pendidikan adalah pendekatan “problem solving“ tentang pendidikan. Namun kita masih sedikit tahu apa sebenarnya mendidik dan mengajar itu.Teknologi pendidikan bukanlah terutama mengenai alat audio-visual, komputer, dan internet. Walaupun alat audio-visual telah jauh perkembangannya, dalam kenyataan alat-alat ini masih terlampau sedikit dimanfaatkaan. Pengajaran masih banyak dilakuakan secara lisan tanpa alat audio-visual, komputer, internet walaupun tersedia. Dapat dirasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan resource-based learning “atau belajar dengan menghadap anak-anak langsung dengan berbagai sumber, seperti buku dalam perpustakaan, alat audio-visual, komputer, internet dan sumber lainya. Kesulitan juga akan dihadapi dalam pengadminitrasiannya. Ciri-ciri belajar berdasarkan sumber, diantaranya (1) Belajar berdasarkan sumber (BBS ) memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai sumber bagi pelajaran termasuk alat-alat audio visual dan memberikan kesempatan untuk merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia . Ini tidak berarti bahwa pengajaran berbentuk ceramah ditiadakan. Ini berari bahwa dapat digunakan segala macam metode yang dianggap paling serasi untuk tujuan tertentu. (2) BBS (belajar berdasarkan sumber) berusaha memberi pengertian kepada murid tentang luas dan aneka ragamnya sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar. Sumber-sumber itu berupa sumber dari masyarakat dan lingkungan berupa manusia, museum, organisaisi, dan lain-lain bahan cetakan, perpustakaan, alat, audio-visual ,dan sebagainya. Mereka harus diajarkan teknik melakukan kerja-lapangan, menggunakan perpustakaan, buku referensi, komputer dan internet sehingga mereka lebih percaya akan diri sendiri dalam belajar .Pada era sekarang ini muncul kebutuhan software yang dapat mempermudah dan merperindah tampiran presentasi dalam pengajaran. Kebutuhan ini dapat kita peroleh dari produk program Microsoft Power Point yang merupakan salah satu dari paket Microsoft office. Pogram ini menyediakan banyak fasilitas untuk membuat suatu presentasi.
Diposkan oleh INDONESIAKU di 23:39 0 komentar  
Minggu, 01 Maret 2009
pembelajaran
PEMANFAATAN MEDIA DALAM MENUNJANG KEMAHIRAN MENULIS BAHASA ARAB SISWA KELAS MADRASAH IBTIDAIYAH
Pengajaran bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah sebagaimana yang tercantum dalam kurikulum tahun 1994 adalah suatu proses kegiatan yang diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina kemampuan berbahasa Arab fusha baik aktif maupun pasif serta menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa itu. Kemampuan berbahasa Arab dan sikap terhadap bahasa itu adalah sangat penting dalam rangka memahami ajaran Islam dari sumber aslinya baik Alqur'an dan Hadits maupun kitab-kitab berbahasa Arab yang berkenaan dengan Islam. Dalam kurikulum di atas dipaparkan bahwa bahasa Arab yang diajarkan di Madrasah Ibtidiyah berfungsi sebagai bahasa agama dan ilmu pengetahuan di samping sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu pelajaran bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari mata pelajaran Pendidikan Agama keseluruhan. Walaupun demikian, pengajaran bahasa Arab di Madrasah Ibtidaliyah harus tetap berpedoman kepada prinsip-prinsip pengajaran bahasa asing pada umumnya. Secara implisit disebutkan bahwa tujuan pengajaran bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah adalah agar murid dapat menguasai secara aktif perbendaharaan kata Arab fusha sebanyak 300 kata dan ungkapan dalam bentuk dan pola kalimat dasar dengan demikian murid diharapkan dapat mengadakan komunikasi sederhana dalam bahasa Arab dan dapat memahami bacaan-bacan sederhana dalam teks itu (Depag RI, 1994). Dalam pengajaran bahasa dikenal ada empat keterampilan/kemahiran berbahasa yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Keempat keterampilan berbahasa ini hendaknya diajarkan kepada siswa dengan cara yang bermacam-macam, bervariasi agar siswa tidak jenuh dan monoton terhadap apa yang mereka terima dari guru. Menurut Tarigan (1986: 38) syarat minimal yang harus dipenuhi oleh guru keterampilan berbahasa ialah penguasaan materi tentang keterampilan berbahasa serta dapat mengajarkannya kepada siswa. Di samping kuat dalam penguasaan materi pelajaran, guru juga harus kaya pengalaman dengan beraneka-ragam, metode pengajaran atau teknik pengajaran. Guru keterampilan berbahasa harus mahir dan kaya pengalaman dengan teknik pengajaran keterampilan berbahasa. Kemahiran menulis dalam bahasa Arab (kitabah) membutuhkan banyak latihan, mulai dari menulis huruf, menyambung huruf dan mengarang. Menurut Lubis (2002: 2) mengajarkan bahasa Arab anak-anak usia SD/MI diperlukan upaya yang sangat besar dari seorang guru serta dibutuhkan pula variasi, cara dan media pengajaran. Kendala yang dihadapi perlu diatasi dengan seksama mengingat tingkat pemahaman anak yang berbeda. Di usia ini para siswa masih membutuhkan pengenalan tentang apa itu membaca dan kegunaannya, pengenalan terhadap kosa kata baru dan membiasakan diri untuk mengutarakan keinginan. Untuk itu, guru dan tenaga pendidik di lingkungan sekolah mengupayakan kondisi yang kondusif untuk memperkenalkan dan menggunakan bahasa asing di kelas dan sekolah. Dalam mencapai tujuan tersebut, Madrasah Ibtidaiyah menghadapi permasalahan-permasalah serius dan kompleks. Diantara permasalahan itu adalah faktor guru yang tidak profesional dan materi yang kurang memadai. Dari faktor guru, temuan penelitian Masyruhah (2001) menunjukkan tidak ada satupun guru bahasa Arab di MI se-kecamatan Sugio kabupaten Lamongan yang berlatar belakang pendidikan guru bahasa Arab. Sedangkan dari faktor materi, kajian Asrori (2001) terhadap empat macam buku teks yang diberlakukan menunjukkan bahwa keempatnya mengalami kelemahan-kelemahan yang serius. Kelemahan-kelemahan itu meliputi (1) isi tidak sesuai dengan kurikulum, (2) kalimat tidak kontekstual, (3) over kaidah, (4) sekedar memenuhi pola struktur, (5) tidak bergambar, (6) mengenalkan istilah gramatika, (7) menggunakan penerjemahan sebagai model. Melihat kenyataan di atas, perlu kiranya seorang guru untuk menggunakan media pengajaran sebagai alat untuk meminimalisir kesulitan yang dihadapi oleh murid. Perkembangan yang begitu pesat dan semakin modern makin mempermudah bagi seorang pendidik untuk memanfaatkan berbagai macam medi yang ada. MEDIA PENGAJARAN DAN MACAMNYA Banyak sekali pengertian media pembelajaran yang diungkapkan oleh para tokoh, tapi menurut terminology kata media berasal daribahasa latin "medium" yang artinya perantara, sedangkan dalam bahasa arab media berasal dari kata wasaaila artinya pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Adapun penjabaran tokoh-tokoh tentang pengertian media pembelajaran antara lain: 1. Menurut Berlach dan Ely (1971) mengemukakan bahwa media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan alat-alat grafis, fotografis atau elektronis untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. 2. Menurut Heinich, dkk 1985 Media pembelajaran adalah media-media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan pembelajaran atau mengandung maksud-maksud pembelajaran. 3. Media Martin dan Briggs 1986 mengemukakan bahwa media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan si-belajar. Hal ini bisa berupa perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan pada perangkat keras. 4. Menurut H Malik 1994 media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan si belajar dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Dari pengertian di atas, dapat diambil kesempatan ciri-ciri media pembelajaran diantaranya: 1. Penggunaanya dikhususkan atau dialokasikan pada kepentingannya, 2. Merupakan alat untuk menjelaskan apa yang ada dibuku pelajaran baik berupa kata-kata simbol atau bahkan angka-angka, 3. Media pembelajaran bukan hasil kesenian, 4. Pemanfaatan media pembelajaran tidak sebatas pada suatu keilmuwan tertentu tapi digunakan pada seluruh keilmuwan. Macam-macam media yang digunakan. Secara umum media pengajaran bahasa dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu media pandang (visual aids), media dengar (audio aids) dan media dengar-pandang (audio-visual aids). Media pandang dapat berupa benda-benda alamiah, orang dan kejadian; tiruan benda-benda alamiah, orang dan kejadian; dan gambar benda-benda alamiah, orang dan kejadian (Effendi, 1984). Benda-benda alamiah yang dapat dihadirkan dengan mudah ke sekolah atau dapat ditunjuk langsung merupakan media pandang yang cukup efektif untuk digunakan, misalnya alat-alat sekolah, alat olah raga, dan benda-benda disekitar sekolah. Jika benda alamiah tidak mungkin dihadirkan, maka dapat diganti dengan tiruannya yang sekarang ini cukup mudah didapatkan, misalnya buah-buahan dari plastik, mobil-mobilan, perkakas rumah tangga, dan sebagainya. Jika tiruan benda alamiah itu pun tidak ada, maka dapat diganti dengan gambar, baik gambar sederhana maupun gambar hasil peralatan mutakhir. Media pandang lainnya adalah kartu dengan segala bentuknya, papan flanel, papan magnet, papan saku, dan lain sebagainya. Dalam konteks pembelajaran ALA, benda-benda tiruan dan gambar merupakan media yang cukup efektif untuk digunakan, terutama untuk pengenalan mufradat dan pola kalimat. Benda-benda dan gambar itu dapat diletakkan di sudut-sudut ruangan atau ditempel di dinding sebagai pajanan. Jika anak telah dapat membaca, di bawah setiap gambar atau barang tiruan itu dapat disertakan namanya dengan bahasa Arab. Media dengar yang dapat digunakan untukr pengajaran bahasa antara lain radio, tape rekorder, dan laboratorium bahasa (yang sederhana). Untuk pembelajaran ALA, radio tampaknya kurang cocok, karena pemancar radio yang siarannya berbahasa Arab umumnya radio dari negara Timur Tengah yang program dan isinya tidak cocok untuk dikonsumsi anak-anak Indonesia. Tape recorder untuk media dengar merupakan pilihan yang cukup tepat untuk pengajaran bahasa, termasuk ALA, karena dengan alat ini dapat diputar kaset-kaset rekaman sesuai yang kita inginkan, seperti lagu-lagu berbahasa Arab untuk anak. Namun, kendala dari pemakaian tape recorder adalah minimnya kaset-kaset rekaman siap pakai yang dirancang khusus untuk pengajaran ALA. Kendala ini sekaligus merupakan tantangan bagi para pakar dan praktisi pengajaran bahasa Arab. Penggunaan laboratorium bahasa sebagai alat bantu pengajaran bahasa telah diakui efektifitasnya oleh para pakar pengajaran bahasa. Akan tetapi, untuk sekolah¬-sekolah di Indonesia pada umumnya, terutama di wilayah kabupaten, peralatan ini sering kali hanya merupakan angan-angan yang sulit dicapai karena harganya yang relatif tinggi. Media pengajaran bahasa yang paling lengkap adalah media dengar pandang, karena dengan media ini terjadi proses saling membantu antara indra dengar dan indra pandang. Yang termasuk jenis media ini adalah televisi, VCD, komputer dan Laboratorium Bahasa yang mutakhir. Dengan televisi yang menggunakan parabola dapat diakses siaran berbahasa Arab dari berbagai negara, seperti Arab Saudi, Emirat Arab, Kuwait, Irak, dan Pakistan. Siaran itu kemudian dapat direkam dengan menggunakan CD Writer sehinga dapat diputar berulang kali sebagai alat peraga. VCD juga merupakan media pengajaran bahasa yang cukup efektif digunakan. Alat ini mirip dengan tape recorder hanya lebih lengkap. Tape recorder hanya didengar, sementara VCD didengar dan dilihat. Saat ini telah banyak program-program pengajaran bahasa Arab yang dikemas dalam bentuk CD, namun untuk mengoperasikannya tidak cukup dengan VCD tetapi dengan komputer yang dilengkapi dengan multimedia. Dalam konteks pengajaran ALA, telah banyak program pengajaran ALA yang dikemas dalam bentuk CD, misalnya: Alif-Ba-Ta, Al-Qamus al-mushowwar li As-Shigar, Bustan Ar-Raudloh, Juha 1-2, Jism al-Insan, Hadiqah al-Arqam, Masrahiyah al-Huruf al-Arabiyah, Ta'lim al-Lughah al-Arabiyah, 'Alam al-Tajarub li as-Sigar, Jazirah al-Barka:n, dan Mausuah al-Musabaqah wa al-Algha:z serta masih banyak lagi (Kholisin, 2002).
Diposkan oleh INDONESIAKU di 21:21 0 komentar   Langgan: Entri (Atom) NHK Clock

Blog Archive· ▼ 2009 (2)
· ▼ Maret (2)
· MULTIMEDIA DALAM MEDIA PEMBELAJARAN 1. Fungsi...
· pembelajaran

materi tarjamah II

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN


Transliterasi huruf-huruf Arab ke dalam huruf-huruf Latin yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman kepada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 158/1987 dan 0543b/U/1987.

I. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf latin Nama
ا alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan
ب ba’ B Be
ت ta’ T Te
ث sa’ S| es (dengan titik di atas)
ج jim J Je
ح ha’ H{ ha (dengan titik di bawah)
خ kha’ kh ka dan ha
د dal D De
ذ zal z| zet (dengan titik di atas)
ر ra’ R Er
ز zai Z Zet
س sin S Es
ش syin Sy es dan ye
ص sad s} es (dengan titik di bawah)
ض dad d} de (dengan titik di bawah)
ط ta’ T} te (dengan titik di bawah)
ظ za’ Z} zet (dengan titik di bawah)
ع ‘ain ‘ Koma terbalik di atas
غ gain G Ge
ف fa’ F Ef
ق qaf Q Qi
ك kaf K Ka
ل lam L ‘el
م mim M ‘em
ن nun N ‘en
و waw W W
ه ha’ H Ha
ء hamzah ’ Apostrof
ي ya’ Y Ye



II. Konsonan Rangkap karena Syaddah ditulis rangkap

سنة ditulis sunnah
علة ditulis ‘illah







III. Ta’ Marbu>t{ah di akhir kata
Bila dimatikan ditulis dengan h

المائدة ditulis al-Mā’idah
اسلامية ditulis Islāmiyyah

(Ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata arab yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti zakat, salat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).
Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis dengan h.

مقارنة المذاهب ditulis Muqāranah al-ma z||āhib

IV. Vokal Pendek

1. ----َ---- Fath}ah{ Ditulis a
2. ----ِ---- kasrah ditulis i
3. ----ُ---- d}ammah ditulis u


IV. Vokal Panjang

1. fath}ah{ + alif ditulis a>
إستحسان ditulis Istih{sân
2. Fath}ah{ + ya’ mati ditulis a>
أنثى ditulis Uns\|a>
3. Kasrah + yā’ mati ditulis i>
العلواني ditulis al-‘Ālwānī
4. D}ammah + wāwu mati ditulis u>
علوم ditulis ‘Ulu>m
V. Vokal Rangkap

1. Fath}ah{ + ya’ mati
غيرهم ditulis
ditulis ai
Gairihim
2. Fath}ah{ + wawu mati
قول ditulis
ditulis au
Qaul

VI. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof

أأنتم ditulis a’antum
أعدت ditulis u‘iddat
لئن شكـرتم ditulis la’in syakartum

VII. Kata Sandang Alif +Lam
Bila diikuti huruf Qamariyyah

القرأن ditulis al-Qur’a>n
القياس ditulis al-Qiya>s

Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el)nya.


الرسالة ditulis ar-Risālah
النساء ditulis an-Nisā’


VIII. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut penulisannya


أهل الكتاب ditulis Ahl al-Kita>b
أهل السنة ditulis Ahl as-Sunnah

METODOLOGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

A . Konsep-Konsep Pokok

Pembelajaran bahasa sebagai suatu disiplin ilmu dibangun berdasarkan teori-teori ilmu jiwa (psikologi), ilmu bahasa (linguistic), dan ilmu pendidikan (pedagogi)
Metode pembelajaran bahasa, termasuk bahasa arab, berkembang dari masa kemasa seiring dengan perkembangan teori-teori yang melandasinya, hasil-hasil penelitian dan eksperimentasi dalam pembelajaran bahasa, disamping perkembangan tuntutan kebutuhan masyarakat dibidang bahasa.

Pemahaman:
Pendekatan, sikap atau pandangan tentang sesuatu yang biasanya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang saling berkaitan.
Madhol huwa tuhayyiatu ta’limiyah ‘aaam taqumu ‘ala iftirodh wakhidan au aktsar dzi ‘alaqoti binadzhriyati shorihoh au dhomniyah.
Metode, sebuah prosedur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Thoriqoh hiya ayatun majmu’a min ijroat tadris tabi’ limadzhab ma.
Teknik, kegiatan spesifik yang diimplementasikan dalam kelas, selaras dengan metode dan pendekatan yang desiplin.
Uslub huwa kayfiyatu mukhaddah litanfidzu ajro’.

B. Dasar-Dasar Teoritis Pembelajaran Bahasa

1. teori Psikologi
Para ahli psikologi pendidikan sepakat bahwa dalam proses belajar mengajar terdapat unsure internal; bakat, minat, pengalaman. Dan unsure eksternal: linkungan, guru, buku, teks dll.

Dua aliran psikologi diantaranya;
Madrasah sulukiyah (behaviorisme): tokohnya adalah Pavlov (1849-1939) yang menghubungkan stimulus dengan respon. Menurut aliran ini, factor-faktor eksternal mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, “merekayasa lingkungan pembelajaran adalah cara yang efektif untuk mencapai tujuan. Aliran ini melahirkan Thoriqoh sam’iyah safawiyah yang menekankan pada latihan, drill, ,emghafal kosakata, dialog, teks bacaan dan pada sisi luar bahasa (pola, struktur, kaidah)dari pada kandungan isi dan kemampuan interaksi dan komunikasi.
Madrasah thobi’iyah ( nati fi sme) diantara tokoh pengikutnya Noan Chomsky yang berpandangan bahwa setiap manusia memiliki kesiapan fitriyah (alami) untuk belajar bahasa. Setiap anak yang lahir telah dibekali dengan piranti pemerolehan bahasa atau L.A.D (language acquisition devaice)




2. Teori Linguistik
Aliran structural dipelopori dari swiss Ferdinand de Saussure (1857- 1913), kemudian dikembangkan secara signifikan oleh Leonard Bloomfield. Diantara pandangannya tentang bahasa adalah, bahasa pertama-tama adalah lisan, bahasa dapt diperoleh melalui kebiasaan, sumber pertama bahasa adalah penutur bahasa tersebut, dll……karena itu pembelajaran bhasa harus………
Aliran Generatif Transformatif tokoh utamanya adalah linguis Amerika Noan Chonsky diantara pandangan tentang bahsa adalah membedakan dua struktur bahasa, kemampuan berbahasa adl sebuah proses kreatf, banyak unsure-unsur kesamaan diantara bahsa-bahasa dll

C. Perkembangan Metode Bahasa Arab
Sejarah mencatat bahwa bahasa arab mulai menyebar keluar jazirah Arabia sejak abad 1H atau abad 7M, karena bahasa arab selalu terbawa kemanapun islam dibawa.
Sulit diperoleh referensi yang dapat menunjukkan bagaimana bahasa arab dipelajari oleh orang-orang non arab pad masa penyebaran island
Diduga bahwa cara belajar mengajar bahasa arab pada masa penyebaran islam kurang lebih sama dengan cara belajar mengajar bahasa latin yang berlaku pada saat itu, dengan alas an: 1.adanya kesamaan waktudiantara penyebaran dan dominasi bahasa latin di eropa dengan penyebaranbahasa arab diwilayah kekhalifahan islam. 2.adanya kesamaan tujuan belajar mengajar yaitu untuk mengkaji teks sastra dan keagamaan, 3. adanya hubungan yang intens antara arab dan eropa dalam pewarisan ilmu pengetahuan yunani kuno, melalui penerjemahan dari ytunani ke arab, kemudian dari arab ke latin.
Arab dan islam mengalami kemunduran sampai abad ke 18, sememtara eropa justru mengalami renaisans (kelahiran kembali/ pencerahan)
Invansi napoleon Bonaparte ke mesir th 1798 telah membuka mata dunia arab dan islam ttg berbagai kemajuan di eropa
Mohc.ali basha penguasa mesirt saat itu telah mengirimkan tiga gelombang para pemuda untuk study di eropa
Sejak saat itulah metode pengajaran bahasa yang berkembang di eropa diadopsi dan digunakan secara luas dimesir, demikian juga di Negara arab lainnya.

D .Pengembangan Pembelajaran B. Arab di indonesia
Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan seorang muslim dalam menunaikan ibadah, khususnya sholat. Karena itu maka yang diajarkan adalah do’a-do’a dan surat pendek dari juz’ammah dengan menggunakan kitab yang biasa disebut teretan dengan metode abjadiyah
Pengajaran bahasa arab dengan tujuan untuk pendalam ajaran islam yang tunbuh dan berkembang di ponok pesantren, dengan materi fiqh, hadist aqidah, nahwu dll metode yang digunakan adl metode gramatikal terjemah
Pada awal abad 19 seiring dengan banyaknya alumni dari timur tengah terutama dari mesir, maka berkembanglah pembelajaran bahasa arab dengan menggunakan metode langsung (thoriqoh mubasyarah) yang banyak diterapkan sarjana alumni timur tengah di perguruan islam modern
Pembelajaran bahasaarab di sekolah-sekolah formal. Menurut Wajiz Anwar (1971) pengajaran bahasa arab pada masa ini adl bentuk yang tidak menentu hal ini dapat dilihat dari:1. segi tujuan, terdapat kerancuan antara mempelajari bahasa arab sebagai tujuan menguasai kemahiran berbahasa/ sebgai alat untuk mengetahui pengetahuan lain. 2. segi jenis bahasa yang dipelajari bahasa arab klasik, modern. 3. segi metode, terdapat kegamangan antara mempertahankan yang lama dan menggunakan yang baru.


E .madhol ta’limi lughoh arabiyah

1. Madhol Insani
Ihtimamu biddirosah kainsanu laisa mujarrodu alat tatalaqo matsirotu litasdiru istijabat ukhro, ayastahdifu tutsiqu sholatu bainan nas min mukhtalifa staqofah, wa awalu khuthwati litahqiqu dzalik hiya itahatu alfursah lithullab min staqofah al mukhtalifat liyatahaddastu ‘an anfusihim, waya’biru ‘an masya’arihim wayatabaddal kulla minhum ma’a akhorin ma ‘indahum.

Wa ta’limu lughoh ajnabiyah min kholalin tsalasta asbab:
Syarohu wa taudhih wa tadribu thullab ‘ala memarisatun lughoh fi muwafiqu mukhtalifah.
Tamstilu dauro litadribu thullab ‘ala istijabah fi muwafiqu fiha darojati musyarikah wajdaniyah wa na’uha
Taqdimu namudzaj alladzi yumkinu thullab ayyahtadziah.

2. Madhol taqonni
Hadza madhol ta’tamidu ‘ala wasail ta’limiyatu wa taqniyatu tarbawiyah fi ta’limi lughoh. Yastahdifu madhol taqonni tufiru siyaqu yudhohu ma’ani kalimat wa tarokib wa mafahimu tsaqofiyati jadidah wadzalika ‘an thoriqo isti’malu suro wa khoroith wa rasumati wa numadzaju hayyatu wa bithoqoh waghoiriha, mimma yusa’idu thullab ‘ala ta’rifu darisin bidilalati klimat ajnabiyah.
Min musykilati hadza madhol hiya ‘adamu tufiro mawadi ta’limiyatu jayyidah, kifayatu mu’alim, wa ta’dziru syaraha kalimat mujarroda allati yumkinu tudhihuha bi tarjamah.

3. Madhol tahlili
Lughowi asasan
Mayani ‘ala abhast ilmu lughoh ijtima’I wa ilmu dilalah, wa ‘amaliyatu kalam, wa tahlilu khithob, mufahimu afkar wa wadhoif
Yatathollabu min madrosin tahlilu hajat lughowiyah kama yatathollabu manhaj lughoh jaded wa manhaj wadhzifiyah mabaniyah ‘ala fikroti, wa manhaj dzu aghrodhi khossooh
yastalzamu i’dadu ta’limiyati jadidah
La tantholiqu min mabadi nafsiyah au tarbawiyah khossoh biddaris, wa tamsilu mafahim madhol maqolli


4. Madhol ghoiru tahlili
Yastandu ila mafahim ilmu lughoh nafsi wa mafahim tarbawiyah
Yatathollabu fi ta’limi lughoh fi muwafiq hayyatu thobi’iyati. Wa yarkazzu ‘ala maudhu’at tata’allaqu bihayati tholib wa jawanib insaniyah ‘ammatu
Yarkazzu ‘ala tufira iktisabu lughoh walaisa ta’limuha faqath
Yustastiru dafi’iyyati daris min khilali ittisol bin nathiqin bi lughoh wa musyarikah fi muwafiqu ittisol haqiqiyyati


5. Madhol ittisoli
Ahammu mafahim lihadza madhol:
Mafahimu lughoh: hadafa ta’limu lughoh huwa isti’abu kifayatu ittisoliyah (qudrotu fardi ‘ala isti’malu lughoh fi muwafiqu ijti’iyyati mukhtalifah)
Mafahimu nafsiyah: yatabanni ‘ala iktisabi lughoh walaisa ta’limuha (‘amaliyatu syu’uriyah) wahunaka tsalatsatu malamikh roisiyyatu lilinsyithot ittisoliyah:

Wujudi fajwatu ma’umat
Qudrotu ‘ala ikhtiyar
Taghdziyatu roja’ah


F .thoriqotu Ta’limi lughoh arabiyah

1. Thoriqotu nahwi wa tarjamah
Min aqdimu thoroiq allati istakhdamat fi ta’limi lughoh ajnabiyati wata’udu ila ‘ashr nahdhoh fi biladi urubiyah (abad 19), wamazalat tastakhdimu fi ‘adadi min biladi ‘alim.
Hadafuha awwal tadris qowaid lughoh ajnabiyah, wadafa’a tholib ila hifdzuha wa istadzharuha
Yutimmu ta’limu lughoh ajnabiyah ‘an thoriqoti tarjamah baina lughotain : lughoh um wa ajnabiyah
Tahtammu bi maharati qira’ah wa kitabah (lughoh maktubah biddarojati ula, wahadza iftirodh munsyaahu tadris lughoh ktltsikiyah khossoh atiniyah wa yunaniyah)
Yambaghi lita’limi ajnabiyah aiyakuna istintajiya/ istimbatiyah (min ‘ami ila khos)
Tarkazu ‘ala mufrodat min bidayah, wamin kholali qowaim mufrodat tsinaiyah lughoh.

Khothwatu istikhdam thoriqoti nahwu wa tarjamah :
qo’idah nahwu
qo’idah mufrodat
tamrin tarjamah

Mazaya wa masawi thoriqoh nahwu wa tarjamah
Mazaya hadza thoriqoh
Ø Innaha munasibah ‘adadi kabiroh min thollab
Ø Innaha tisa’idu ‘ala darasin yasthorun ‘ala maharo qiro’ah wa kitabah fi aqshor waqot
Ø Innaha munasabah lijami’I mustawiyat lughoh (mustawa ibtidai wa mustawa wa mutaqoddim)
Musawi hadzihi thoriqoh
Tanhkasiru ‘ala maharoti qiro’ah wa kitabah wa tahmilu maharo istima’ wa kalam ma’a annaha maharo ittisoliyah alan lughoh hiya kalam asasan
Ihmalun nathiq
Ihmalu wadhzifah ittisoliyah lughoh


2. Thoriqoh Mubasyaroh
Dhzoharat hadzihi thoriqoh fa’al lithoriqoti nahwu wa tarjamah, wamin malamih hadzihi thoriqoh:
Hadafa asasiya huwa tanmiyatu qudroti tholib ‘ala ayyafkara bil lughoh madrosah walaysa bilughotihi ula
Yakhrimu istikhdam ayatun wa sithoh
Nahwu wasilatun litandzhomi ta’bir lughoh, wayutimmu ta’limuhu bi uslub ghoiru mubasyaroh min kholali ta’biru wal jamal.

Bahan Ajar: Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Aktif MATA KULIAH : METODOLOGI PBA 2 PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA ARAB JURUSAN : TARBIYAH SKS : 2 SKS

A. Strategi Pembelajaran Istima’
Pada umumnya, pembelajaran istima’ disampaikan dengan menggunakan media audio. Hal ini dikarenakan untuk mendatangkan natiq ashli tidaklah mudah, sementara itu jika dilakukan oleh guru langsung yang notabene bukan orang Arab asli, biasanya ada perbedaan logat dengan bahasa aslinya. Media audio yang biasa digunakan adalah tape recorder, CD, dan laboratorium bahasa. Hanya saja, jika dilihat dari pertimbangan efisiensi, maka tape recorder dan CD merupakan pilihan media yang cukup murah dan efektif digunakan. Dalam tulisan ini, akan dijelaskan 3 macam strategi pembelajaran istima’ dengan menggunakan media audio tape recorder atau CD.
Sebagaimana telah diuraikan dalam bab pertama, bahwa kemampuan istima’ itu cukup beragam dan bertingkat-tingkat. Yang paling sederhana, istima’ dimaksudkan untuk memperdengarkan bunyi bahasa Arab kepada siswa untuk ditirukan dan dihafalkannya. Dalam pengembangan strategi ini lebih menitik beratkan pada aspek pemahaman dan pengungkapan kembali terhadap apa yang sudah didengarnya baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Beberapa strategi yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran istima’ ini adalah:
1. Strategi 1 (True or False)
Strategi ini bertujuan untuk melatih kemampuan mendengarkan bacaan dan memahami isi bacaannya secara global. Dalam strategi ini yang dibutuhkan adalah rekaman bacaan dan potongan-potongan teks yang terkait dengan isi bacaan tersebut untuk dibagikan kepada siswa. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Bagikan potongan-potongan teks yang dilengkapi dengan alternatif jawaban benar atau salah (B/S).
Ø Perdengarkan bacaan atau nash lewat kaset atau CD dan para siswa ditugaskan untuk menangkap isi bacaan secara umum.
Ø Setelah bacaan selesai, para siswa diminta membaca pernyataan-pernyataan yang telah dibagikan, kemudian memberikan jawaban benar atau salah terhadap pernyataan tersebut. Jika pernyataan tersebut sesuai dengan isi bacaan yang didengar, berarti benar, dan jika tidak sesuai maka jawabannya salah.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan jawabannya.
Ø Perdengarkan sekali lagi kaset tersebut agar masing-masing siswa dapat mencocokkan kembali jawaban yang telah ditulisnya.
Ø Berikanlah klarifikasi terhadap semua jawaban tersebut agar semua siswa mengetahui kebenaran dari jawaban mereka masing-masing.
2. Strategi 2
Strategi ini lebih menekankan pada aspek kemampuan memahami isi bacaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengiringi dalam setiap bacaan tersebut. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Perdengarkan nash yang sudah direkam dalam kaset maupun CD.
Ø Mintalah semua siswa untuk mendengarkan dan mencatat hal-hal yang penting.
Ø Mintalah semua siswa untuk menjawab soal-soal yang disampaikan pada akhir bacaan tersebut. Jawaban dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan jawabannya (presentasi).
Ø Berikan klarifikasi di akhir sessi terhadap jawaban siswa.
3. Strategi 3
Strategi ini tidak hanya menitik beratkan pada aspek kemampuan memahami isi bacaan, tetapi juga kemampuan untuk mengungkapkan kembali apa yang sudah didengarnya dengan bahasa sendiri. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Perdengarkan nash yang sudah direkam dalam kaset atau CD.
Ø Tugaskan kepada setiap siswa untuk mencatat kata-kata kuncinya (keyword) sambil mendengarkan.
Ø Setelah selesai, para siswa diminta untuk mengungkapkan kembali isi bacaan tersebut dalam bentuk lisan atau tulisan.
Ø Mintalah setiap siswa untuk menyampaikan (mempresentasikan) hasilnya secara bergantian.
Ø Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa untuk memberikan penguatan terhadap pemahaman siswa.
B. Strategi Pembelajaran Kalam/Ta’bir
Maharatul kalam sering juga disebut dengan istilah ta’bir. Meski demikian keduanya memiliki perbedaan penekanan, dimana kalam lebih menekankan kepada kemampuan lisan, sedangkan ta’bir disamping secara lisan juga dapat diwujudkan dalam bentuk tulisan. Meski demikian keduanya memiliki kesamaan secara mendasar, yaitu bersifat aktif untuk menyatakan apa yang ada dalam pikiran seseorang.
1. Strategi 1 (Ta’bir Min ash-Shuwar)
Strategi ini bertujuan untuk melatih siswa menceritakan apa yang dilihat dalam bahasa Arab baik lisan maupun tulisan. Media yang digunakan dapat berupa gambar baik yang diproyeksikan maupun yang tidak diproyeksikan. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Pilihlah sebuah gambar yang sesuai dengan tema yang diinginkan.
Ø Tunjukkan gambar tersebut kepada para siswa, misalnya dengan ditempel di papan tulis.
Ø Mintalah siswa untuk menyebutkan nama benda-benda atau bagian-bagian yang ada dalam gambar tersebut dalam bahasa Arab.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menyusun sebuah kalimat dari gambar tersebut secara lisan.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menyusun kalimat dari gambar tersebut secara tertulis.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk membacakan hasilnya (presentasi).
Ø Berikan klarifikasi terhadap hasil pekerjaan para siswa tersebut.
2. Strategi 2 (Jigsaw/Café-café)
Strategi ini sering disebut dengan strategi Jigsaw (Cafe-cafe). Strategi ini biasanya digunakan dengan tujuan untuk memahami isi sebuah bacaan secara utuh dengan cara membagi-baginya menjadi beberapa bagian kecil. Masing-masing siswa memiliki tugas untuk memahami sebagian isi bacaan tersebut, kemudian digabungkan menjadi satu. Dengan cara seperti ini diharapkan isi bacaan yang cukup panjang dapat dipahami secara cepat, di samping itu proses pemahaman akan semakin mendalam karena diulang berkali-kali. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Buatlah beberapa kelompok sesuai dengan jumlah topik bahasan atau jumlah paragrap dari bacaan yang akan dipelajari.
Ø Bagikan naskah/bacaan pada kelompok-kelompok tersebut dengan masing-masing kelompok satu buah topik atau paragrap.
Ø Berilah waktu untuk membaca, memahami dan menta’birkan (mengungkapkan kembali) dalam kelompok masing-masing secara bergiliran.
Ø Setelah kerja kelompok ini selesai, buatlah kelompok kedua dengan jumlah kelompok sesuai dengan jumlah anggota kelompok yang pertama. Misalnya, jumlah anggota kelompok pertama 5 orang, maka jumlah kelompok kedua juga 5 kelompok, sehingga masing-masing anggota kelompok akan disebar dan bergabung dengan anggota dari kelompok yang lain.
Ø Mintalah masing-masing siswa dalam setiap kelompok untuk mena’bir-kan (mengungkapkan kembali) apa yang sudah dipahami dari kelompok yang pertama. Dengan demikian masing-masing kelompok akan memiliki pemahaman dari 5 topik atau paragrap yang berbeda.
Ø Mintalah masing-masing kelompok untuk mempresentasikan (mena’birkan) hasilnya secara utuh. Pada saat ini masing-masing siswa sudah memahami seluruh isi bacaan atau topik yang ditetapkan.
Ø Berikan klarifikasi di akhir presentasi agar pemahaman terhadap isi bacaan atau topik-topik tersebut tidak keliru.
3. Strategi 3 (Small Group Presentation)
Strategi ini sering disebut dengan Small Group Presentation. Dalam strategi ini kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Masing-masing kelompok akan melakukan tugas yang diberikan pengajar, kemudian hasilnya dipresentasikan di kelas. Strategi ini biasanya digunakan untuk lebih mengaktifkan semua siswa sehingga masing-masing siswa akan merasakan pengalaman belajar yang sama. Dengan cara ini diharapkan pengetahuan dan ketrampilan siswa dapat merata. Sebagai contoh, dalam pembelajaran bahasa Arab dengan materi ta’aruf, akan membutuhkan waktu yang sangat banyak jika praktik dilakukan satu-persatu di depan kelas, tetapi jika menggunakan strategi ini penggunaan waktu akan dapat diefisienkan. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Tentukan topik yang akan dipelajari, misalnya ta’aruf tentang identitas diri atau menjelaskan tentang hal tertentu.
Ø Ajaklah seluruh siswa untuk terlebih dahulu menentukan dan menyepakati unsur-unsur atau hal-hal apa saja yang harus disampaikan oleh siswa. Misalnya dalam materi ta’aruf yang harus diungkapkan adalah; nama, umur, alamat, hobi, cita-cita dan seterusnya.
Ø Bagilah siswa menjadi beberapa kelompok kecil, misalnya 2 sampai 5 orang.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan ta’aruf dalam kelompoknya secara bergantian.
Ø Setelah proses dalam kelompok selesai, mintalah masing-masing siswa atau beberapa siswa yang mewakili kelompok tersebut untuk menyampaikan hasilnya (berta’aruf) di depan kelas.
Ø Berikan klarifikasi terhadap hasil yang dipresentasikan oleh masing-masing siswa.
4. Strategi 4 (Gallery Session/Poster Session)
Strategi ini biasa disebut dengan strategi Gallery Session/Poster Session. Penggunaan strategi ini diantaranya ditujukan untuk melatih kemampuan siswa dalam memahami isi sebuah bacaan kemudian mampu untuk memvisualisasikannya dalam bentuk gambar. Dari gambar tersebut diharapkan semua siswa dapat menghafal isi bacaan secara lebih mudah dan ingatan siswa terhadap isi bacaan tersebut dapat bertahan lebih lama. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Tentukan topik-topik bahasan dan bacaan yang akan dipelajari.
Ø Bagilah siswa dalam beberapa kelompok kemudian masing-masing kelompok diberi teks/bacaan dengan topik yang berbeda.
Ø Mintalah seluruh siswa dalam masing-masing kelompok untuk membaca dan memahami teks tersebut bersama-sama.
Ø Mintalah masing-masing kelompok untuk menuangkan isi bacaan tersebut dalam bentuk gambar (visualisasi). Dalam hal ini, bentuk dan unsur-unsur yang ada dalam gambar diharapkan dapat mewakili pokok-pokok pikiran yang ada dalam bacaan tersebut.
Ø Mintalah masing-masing kelompok untuk menempelkan gambarnya pada galery yang telah disediakan. Jika papan galeri tidak tersedia, dapat juga ditempelkan di papan pengumuman atau di dinding sekolah baik di dalam maupun di luar kelas.
Ø Mintalah masing-masing kelompok untuk menunjuk seorang penjaga pada galery. Tugas dari penjaga galery ini adalah memberikan penjelasan kepada para pengunjung yang mempertanyakan isi atau maksud dari gambar yang dipamerkan.
Ø Mintalah semua mahasiswa (yang tidak bertugas sebagai penjaga galery) untuk berkeliling ke masing-masing galery dan bertanya kepada masing-masing penjaga tentang gambar yang dipajang dengan bahasa Arab.
Ø Setiap penjaga harus menjelaskan maksud dari gambar tersebut dalam bahasa Arab.
Ø Setelah waktu yang ditentukan habis, mintalah semua siswa untuk kembali ke kelas.
Ø Berikan komentar dan klarifikasi terhadap keseluruhan proses yang telah dilakukan, termasuk isi dari masing-masing bacaan yang telah dipelajari.
Di samping beberapa strategi tersebut, pembelajaran kalam juga dapat dikembangkan secara kreatif dan lebih banyak mengaktifkan siswa dengan menggunakan berbagai media dan permainan bahasa. Bentuk-bentuk permainan bahasa tersebut akan dijelaskan dalam pembahasan media pembelajaran bahasa Arab.
C. Strategi Pembelajaran Qira’ah
Pembelajaran qira’ah (membaca) seringkali disebut dengan pelajaran muthala’ah (menela’ah). Keduanya memang sama-sama belajar yang berbasis bacaan. Namun demikian, kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Qira’ah dapat diartikan sebagai pelajaran membaca, sedangkan muthala’ah lebih menekankan pada aspek analisis dan pemahaman terhadap apa yang dibaca. Karena keduanya memiliki perbedaan penekanan, maka dalam pemilihan metode atau strategi pembelajarannya pun tentu akan terdapat perbedaan. Kedua istilah tersebut juga dapat dipahami sebagai proses, artinya bahwa ketrampilan membaca itu meliputi latihan membaca dengan benar sampai dengan taraf kemampuan memahami dan menganalisis isi bacaan.
Beberapa strategi pembelajaran aktif berikut dapat dipertimbangkan oleh pengajar dalam mengajarkan materi qira’ah atau muthala’ah.
1. Strategi 1 (Empty Outline)
Tujuan dari strategi ini biasanya digunakan untuk melatih kemampuan siswa dalam menuangkan isi dari yang dibaca ke dalam bentuk tabel. Isi dari tabel tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan atau tujuan pembelajarannya. Misalnya dalam pelajaran qira’ah tujuannya adalah agar siswa dapat menemukan sejumlah kata benda (isim) dan kata kerja (fi’il) yang ada dalam bacaan. Untuk kebutuhan tersebut, maka tabel yang dibuat harus minimal terdiri atas dua kolom yang berisi deretan isim dan fi’il. Adapun jumlah barisnya tergantung dari jumlah kata maksimal yang dapat ditemukan atau jumlah minimal yang harus ditemukan dari bacaan tersebut. Strategi ini dapat digabungkan dengan teknik The Power of Two. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Pilihlah bacaan sesuai dengan topik pembahasan yang telah ditentukan.
Ø Siapkan format tabel yang akan ditugaskan kepada para siswa untuk mengisinya.
Ø Bagikan bacaan tersebut pada masing-masing siswa, kemudian tugaskan mereka untuk membacanya dengan seksama.
Ø Mintalah para siswa untuk mengisi tabel yang telah dipersiapkan.
Ø Mintalah para siswa untuk bergabung dua-dua (dengan teman di sebelahnya) kemudian mendiskusikan hasil kerja mereka masing-masing.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan (presentasi) hasil pekerjaan mereka setelah didiskusikan.
Ø Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa tersebut agar tidak terjadi kesalahan.
Contoh tabel yang digunakan adalah:

Isim Fi’il



2. Strategi 2 (Analysis)
Tujuan dari penggunaan strategi ini diantaranya adalah untuk melatih siswa dalam memahami isi bacaan dengan cara menemukan ide utama dan ide-ide pendukungnya. Proses penemuannya dapat dimulai secara individual kemudian dilakukan diskusi dalam kelompok sebelum akhirnya dipresentasikan. Strategi ini disamping melatih ketajaman analisis terhadap isi bacaan juga dapat melatih untuk menemukan alur pikir dari penulisnya. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Bagikan teks/bacaan kepada masing-masing siswa.
Ø Mintalah semua siswa untuk membaca teks tersebut dengan seksama.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menentukan (menuliskan) ide utama dan pendukung secara individu.
Ø Mintalah siswa untuk berkelompok dan mendiskusikan hasil masing-masing.
Ø Mintalah beberapa siswa untuk menyampaikan hasilnya (presentasi) di depan kelas mewakili kelompoknya.
Ø Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
Ø Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa tersebut agar pemahaman terhadap bacaan semakin baik.
3. Strategi 3 (Snow Bolling)
Strategi ini sangat umum digunakan baik dalam pembelajaran bahasa maupun lainnya. Nama strategi ini biasa disebut snow bolling. Pada praktekknya, strategi ini hampir sama dengan the power of two atau small group presentation. Yang membedakan hanyalah prosesnya, dimana snow bolling berjalan melalui beberapa tahap tergantung banyak sedikitnya jumlah siswa yang ada. Strategi ini cukup efektif digunakan apabila jumlah kelasnya tidak terlalu besar, dan dimaksudkan agar masing-masing siswa mendapatkan masukan sebanyak-banyaknya dari teman mereka yang lain. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Bagikan teks kepada masing-masing siswa.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk membaca teks tersebut.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menentukan ide utama dan pendukung secara individu.
Ø Mintalah siswa untuk berkelompok dua-dua dan mendiskusikan hasil kerja masing-masing.
Ø Gabungkanlah setiap dua kelompok menjadi satu (menjadi empat orang) untuk mendiskusikan hasil masing-masing.
Ø Gabungkanlah setiap dua kelompok menjadi satu (menjadi delapan orang) untuk mendiskusikan hasil masing-masing. Begitu seterusnya sampai menjadi kelompok paling besar (satu kelas) atau dengan jumlah tertentu yang dianggap cukup.
Ø Mintalah siswa untuk menyampaikan (presentasi) hasilnya di depan kelas.
Ø Berikan klarifikasi terhadap hasil yang telah dirumuskan oleh siswa tersebut.
4. Strategi 4 (Broken Square/Text)
Penggunaan dari strategi ini adalah untuk merangkaikan kembali bacaan yang sebelumnya telah dipotong-potong. Strategi ini dapat diterapkan untuk melatih siswa dalam menyusun sebuah naskah yang sistematis. Siswa juga dilatih untuk memahami isi bacaan tidak hanya secara global, tetapi sampai pada bagian-bagian yang paling kecil sampai akhirnya dapat menyusun kembali bacaan tersebut secara runtut. Secara teknis, strategi ini dapat dipraktikkan untuk mengurutkan kalimat-kalimat dalam satu alinea, atau mengurutkan beberapa alinea dalam satu bacaan lengkap. Biasanya strategi ini diterapkan pada naskah yang berisi sebuah cerita/kisah. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Siapkan sebuah naskah cerita yang dipotong-potong menjadi beberapa bagian.
Ø Bagilah siswa ke dalam beberapa kelompok kecil.
Ø Berilah teks/potongan-potongan tersebut pada masing-masing kelompok.
Ø Mintalah semua siswa membaca teks secara bergantian dalam kelompoknya masing-masing.
Ø Mintalah semua siswa untuk memahami potongan-potongan kalimat tersebut dalam kelompoknya.
Ø Mintalah siswa untuk mengurutkan potongan-potongan teks tersebut.
Ø Setelah kerja kelompok selesai, mintalah masing-masing kelompok menyampaikan (mempresentasikan) hasilnya di depan kelas.
Ø Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
Ø Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja kelompok tersebut sehingga terjadi kesamaan pemahaman terhadap materi yang diajarkan.
5. Strategi 5 (Index Card Match)
Strategi ini biasanya digunakan untuk mengajarkan kata-kata atau kalimat dengan pasangannya. Misalnya kata dengan artinya, atau soal dengan jawabannya, dan sebagainya. Dalam pembelajaran qira’ah dapat juga diterapkan untuk melakukan evaluasi terhadap pemahaman siswa pada isi bacaan dengan membuat kartu-kartu soal dan jawabannya. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Siapkan kartu berpasangan (soal dan jawabnya) lalu diacak.
Ø Bagikan kartu tersebut kepada semua siswa dan mintalah mereka memahami artinya.
Ø Mintalah semua siswa untuk mencari pasangannya masing-masing dengan tanpa bersuara.
Ø Setelah menemukan pasangannya, mintalah siswa berkelompok dengan pasangannya masing-masing.
Ø Mintalah masing-masing kelompok untuk menyampaikan (mempresentasikan) hasilnya di depan kelas.
Ø Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
Ø Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja kelompok tersebut.
D. Stretegi Pembelajaran Kitabah
Kitabah seringkali disebut juga dengan insya’. Kedua istilah tersebut sama-sama digunakan untuk menunjukkan ketrampilan berbahasa dalam bentuk tulisan. Pembelajaran kitabah, sebagaimana ketrampilan yang lain juga memiliki tingkatan. Ketrampilan menulis yang paling mendasar adalah ketrampilan menuliskan huruf-huruf Arab baik secara terpisah maupun bersambung. Setelah kemampuan ini dikuasai, barulah dapat ditingkatkan pada kemampuan menyusun kalimat, menyusun paragrap, sampai akhirnya dapat membuat sebuah artikel, atau tulisan secara utuh. Dalam tulisan ini strategi pembelajaran kitabah lebih diarahkan pada siswa yang telah menguasai kaidah-kaidah menulis huruf Arab dan mengenal cukup banyak kosa kata bahasa Arab. Beberapa strategi yang dapat digunakan antara lain;
1. Strategi 1 (Al-Insya’ min ash-Shuwar)
Strategi ini berupaya untuk melatih siswa dalam menulis sebuah kalimat atau mengarang dengan mendasarkan pada sebuah gambar. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Tampilkan sebuah gambar di depan kelas, misalnya sebuah gambar pemandangan, gambar perilaku keseharian dan sebagainya.
Ø Mintalah masing-masing siswa menyebutkan sebuah nama dengan bahasa Arab yang ada dalam gambar tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memperkaya mufradat.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menuliskan sebuah kalimat dari kata-kata tersebut. Jika proses ini berjalan lancar barulah dapat dilanjutkan pada proses berikutnya (menulis cerita). Tetapi jika tahap ini belum berjalan dengan baik, sebaiknya jangan dulu melangkah ke bentuk cerita.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menuliskan beberapa kalimat yang menceritakan tentang gambar tersebut.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk membacakan hasilnya (jika dibutuhkan dapat dilakukan proses snow bolling atau power of two).
Ø Berikan komentar dan evaluasi terhadap hasil kerja masing-masing siswa tersebut.
2. Strategi 2 (Guided Composition)
Strategi ini dalam bahasa Arabnya disebut الإنشاء الموجه. Tujuan dari strategi ini adalah untuk memberikan latihan kepada siswa dalam membuat kalimat mulai dari kalimat yang paling sederhana (singkat). Proses penyusunan kalimat tersebut didasarkan pada penentuan kata-kata kunci dan mengembangkannya dalam bentuk kalimat. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Tentukan satu kata kunci.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk membuat 2 kalimat dari kata tersebut.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menggabungkan 2 kalimat tersebut tanpa merubah isinya. Penggabungan ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, misalnya dengan menggunakan huruf ‘athaf.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menggabungkan 2 kalimat tersebut dengan merubah posisi/urutannya. Dalam tahap ini kalimat pertama dapat saja dicampur dengan kalimat kedua sehingga memberikan arti yang berbeda dari sebelumnya.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menggabungkan 2 kalimat tersebut dengan menambahkan 1 atau 2 kata baru. Dalam tahap ini tidak menutup kemungkinan merubah arti dari kalimat tersebut.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk membuat 1 kalimat baru yang mendukung kalimat sebelumnya.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk membacakan hasilnya (presentasi) secara bergantian.
Ø Berilah kesempatan kepada siswa lain untuk memberi komentar/koreksi.
Ø Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja masing-masing siswa.
Jika jumlah siswa yang ada terlalu banyak, dapat juga dilakukan proses small group discussion atau power of two untuk melakukan presentasi dari hasil kerja masing-masing.
3. Strategi 2 (Paragraph Building)
Strategi ini biasanya digunakan untuk pembelajaran dengan tujuan melatih ketrampilan siswa untuk mengembangkan ide. Prosesnya dimulai dari sebuah topik, kemudian dijabarkan dalam beberapa kalimat yang akhirnya menjadi beberapa paragrap. Strategi ini sangat membantu untuk melatih siswa dalam menulis karya tulis ilmiah. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Berikanlah introduction yang menjelaskan secara umum tentang sesuatu yang terkait dengan bentuk-bentuk kalimat dan paragrap.
Ø Tentukan sebuah topik, kemudian dari topik tersebut buatlah sebuah kalimat atau statemen (thesis statement) yang disepakati seluruh siswa.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk membuat kalimat tentang topik tersebut sebanyak 7 kalimat. Tahap ini diharapkan siswa menuliskan kalimat-kalimat yang berbeda dan merupakan ide-ide utama (main ideas) dari topik tersebut.
Ø Berilah kesempatan kepada siswa untuk mengoreksi tulisannya masing-masing.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk saling mengoreksi tulisan teman disampingnya.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk membuat beberapa kalimat pendukung (supporting detail) dari masing-masing kalimat tersebut yang kemudian membentuk sebuah paragrap. Jika ini dilakukan, maka akan terbentuk 7 buah paragrap.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk membacakan hasilnya (presentasi) di depan kelas. Jika dirasa perlu, dapat kembali diberi kesempatan untuk saling mengoreksi sebelum dipresentasikan.
Ø Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa sehingga beberapa kesalahan yang ada dapat dibenarkan.
E. Strategi Pembelajaran Qawa’id
Pembelajaran qawa’id dalam beberapa lembaga pendidikan seringkali dipisahkan menjadi dua, yaitu pembelajaran nahwu dan sharaf. Keduanya memiliki karakteristik materi yang berbeda. Dengan demikian, jika keduanya berdiri sendiri, maka strategi pembelajarannya tentu akan berbeda pula. Dalam tulisan ini, pembelajaran qawa’id yang ditawarkan tidak memisahkan antara nahwu dan sharaf, artinya materi yang disampaikan mencakup kedua ketrampilan tersebut. Di samping itu strategi pembelajaran qawa’id di sini lebih menekankan pada qawa’id tathbiqiyah (terapan). Beberapa strategi yang dapat digunakan adalah:
1. Strategi 1 (The Power of Two)
Strategi ini menggunakan pendekatan kerjasama antara dua orang yang biasa disebut dengan the power of two. Pada dasarnya strategi ini dapat digunakan untuk mengajarkan berbagai macam ketrampilan bahasa termasuk pembelajaran qawaid. Sebagai contoh, tujuan yang ingin dicapai adalah siswa mampu membedakan antara isim, fi’il, dan huruf. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Siapkan kertas latihan. Model yang digunakan dapat berupa bacaan yang di dalamnya terdapat kata-kata yang ingin dipelajari. Latihan juga dapat berupa daftar kata-kata yang merupakan campuran dari ketiga jenis kata tersebut.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk mengerjakan latihan tersebut (misalnya melakukan kategorisasi terhadap tiga macam kata tersebut).
Ø Mintalah siswa untuk berkelompok dua-dua dan mendiskusikan hasil kerja masing-masing.
Ø Mintalah masing-masing kelompok untuk menyampaikan (presentasi) hasil kerja mereka.
Ø Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
Ø Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja kelompok tersebut agar tidak terjadi kesalahan.
2. Strategi 2 (Small Group Presentation)
Secara prinsip, langkah-langkah strategi ini sama dengan yang sudah dijelaskan di atas. Strategi ini dapat digunakan untuk mengajarkan ketrampilan qawa’id. Misalnya untuk latihan menyusun kalimat dengan bentuk yang sudah ditentukan, seperti membuat jumlah ismiyah atau jumlah fi’liyah. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Siapkan kertas yang berisi potongan-potongan kata. Misalnya berisi kata benda (untuk membuat jumlah ismiyah) atau kata kerja (untuk membuat jumlah fi’liyah).
Ø Bagilah siswa dalam kelompok-kelompok kecil (3-5 orang).
Ø Mintalah masing-masing kelompok menuliskan kalimat yang disusun dari kata-kata tersebut.
Ø Mintalah masing-masing kelompok untuk menyampaikan hasilnya (presentasi) di depan kelas.
Ø Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
Ø Berikan klarifikasi terhadap kerja kelompok tersebut dengan memberikan tambahan penjelasan tentang struktur kalimat yang telah mereka pelajari.
3. Strategi 3 (Chart Short)
Sesuai dengan namanya, strategi ini menggunakan media kartu (kertas yang dipotong-potong). Ukuran dari kartu tersebut dapat disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menyusun kartu-kartu tersebut sesuai dengan isinya. Model ini juga dapat digunakan untuk melakukan analisis kalimat dari segi strukturnya. Contoh berikut adalah untuk menganalisis kalimat. Langkah-langkahnya adalah:
1. Siapkan kertas yang telah ditulisan dengan kalimat dengan struktur yang berbeda-beda. Dalam hal ini sebaiknya diusahakan agar kalimat yang memiliki struktur sama dituliskan lebih dari satu kartu agar siswa dapat berkelompok sesuai dengan jenis kartunya.
2. Bagikan kartu-kartu tersebut kepada para siswa secara acak.
3. Mintalah masing-masing siswa berkelompok sesuai dengan kategori kalimat yang ada dalam kartu masing-masing.
4. Mintalah masing-masing kelompok menuliskan kalimat-kalimat yang serupa tersebut dalam kertas plano/transparansi.
5. Mintalah masing-masing kelompok menyampaikan hasilnya (presentasi) di depan kelas.
6. Berikan kesempatan kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
7. Berikan klarifikasi secara menyeluruh dari hasil kerja kelompok tersebut.
F. Strategi Pembelajaran Mufrodat
Pembelajaran mufrodat dalam pelajaran bahasa Arab di Madrasah biasanya berada di bagian awal bab. Proses pembelajaran mufrodat dapat dilaksanakan bersamaan dengan penyampaian materi lainnya, ataupun disempaikan sendiri. Apabila disampaikan sendiri, maka dapat digunakan beberapa alternatif strategi, yaitu:
1. Strategi 1 (Puzzle)
Strategi ini menggunakan pendekatan permainan sebagaimana layaknya teka-teki silang (TTS). Fokusnya adalah pada penguasaan kosa-kata sebanyak mungkin. Semakin banyak perbendaharaan kosa kata yang dimiliki siswa, memungkinkan sebakin banyak hasil yang diperolehnya. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Buatlah tabel berisi huruf-huruf dengan beberapa kata kunci.
Ø Bagikan kertas berisi tabel tersebut kepada para siswa.
Ø Mintalah siswa untuk menemukan mufrodat sebanyak-banyaknya dari tabel tersebut (dapat mendatar, menurun, maupun diagonal dan sebaliknya)
Ø Mintalah masing-masing untuk menyampaikan hasilnya (presentasi)
Ø Berikan klarifikasi secara menyeluruh dari hasil para siswa tersebut.
Contoh puzzle adalah sebagai berikut:

ت د ل ب ا
ن م ر غ ح
م ث ن ر د
ي س ص ة لا
خ و ب ص ل
2. Strategi 1 (Scrible)
Strategi ini hampir sama dengan puzzle, akan tetapi cara penggunaannya yang berbeda. Jika puzzle siswa diajak untuk mencari kosa-kata, maka pada scrible ini siswa diajak untuk menemukan kosa-kata baru yang dikembangkan dari huruf-huruf yang sudah ada sebelumnya. Langkah-langkahnya adalah:
Ø Buatlah tabel berisi huruf-huruf dengan beberapa kata kunci, dan kosongkan bagian yang lain.
Ø Bagikan kertas berisi tabel tersebut kepada para siswa.
Ø Mintalah siswa untuk membuat kosa-kata (mufrodat) baru dengan mengaitkan kosa-kata baru tersebut pada kosa kata yang sudah ada, sehingga salah satu atau beberapa hurufnya menggunakan huruf yang sudah ada.
Ø Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan hasilnya (presentasi).
Ø Berikan klarifikasi secara menyeluruh dari hasil para siswa tersebut.
Contoh scrible adalah sebagai berikut:


أ
ن م ز

Analisis Kesalahan Berbahasa

Analisis Kesalahan Berbahasa

BAB I
TINJAUAN UMUM

1. Pengantar
Lebih dari setengah penduduk dunia adalah dwibahasawan yang menggunakan dua bahasa atau lebih sebagai alat komunikasi. Kedwibahasaan adalah hasil dari pemerolehan bahasa. Kedwibahasaan ini menimbulkan interferensi sebagai salah satu penyebab kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa merupakan umpan balik bagi pengajaran bahasa. Pemerolehan bahasa adalah produk dari pengajaran bahasa.

2. Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa dapat dibagai atas Pemerolehan Bahasa Pertama (PB1) dan Pemerolehan Bahasa Kedua (PB2). PB1 adalah segala kegiatan seseorang dalam rangka mengusai bahasa ibu. Sedangkan PB2 adalah proses yang disadari atau tidak dalam rangka menguasai bahasa kedua setelah seseorang menguasai atau mempelajari PB1. Proses belajar ini dapat bersifat informal (pengajaran bahasa secara alamiyah) maupun formal (pengajaran bahasa secara ilmiah).
Menurut Dulay (1981:11), pengajaran bahasa secara alamiyah sama dengan pengajaran bahasa secara ilmiah. Para pakar sependepat pengajaran bahasa secara alamiah disebut dengan pemerolehan bahasa (language acquestion), dan pengajaran secara ilmiah disebut pemelajaran bahasa (language learning). Para ahli lain menganggap terdapat perbedaan yang jelas antara pemerolehan bahasa (alamiah) dan pemelajaran bahasa (ilmiah), mereka berargumentasi sebagai berikut:
PEMEROLEHANBAHASA PEMELAJARAN BAHASA
Informal Formal
Tidak berencana Berencana
Tidak disengaja Disengaja
Tidak disadari Disadari

3. Kedwibahasaan
Kedwibahasaan adalah kemampuan menghasilkan ujaran yang bermakna di dalam dua bahasa (atau lebih), bersifat relatif karena penguasaan bahasa seseorang berbeda-beda. Pengertian kediwibahasaan bersifat kira-kira atau kurang-lebih tidak bersifat mutlak, artinya pengertian kedwibahasaan berkembang dan berubah mengikuti tuntutan situasi dan kondisi. Faktor penyebab terjadinya pendidikan kedwibahasaan antara lain: dominasi politik, budaya, administrasi, ekonomi, militer, sejarah, agama, demografi, dan ideologi.
Kediwibahasaan dapat dipandang dari berbagai sudut, sehingga menghasilkan beraneka ragam klasifikasi, antara lain:
a. Berdasarkan hipotesis ambang yaitu subtraktif dan aditif
b. Berdasarkan tahapan usia pemerolehan yaitu infancy, childhood, adolescent, dan adulthood
c. Berdasarkan tahapan usia belajar B2 yaitu simultaneous dan sequential/berbarengan
d. Berdasarkan konteks yaitu compound/artificial dan coordinate/natural
e. Berdasarkan hakikat tanda dalam kontak bahasa yaitu kordintair, majemuk, dan subordinatif
f. Berdasarkan tingkat pendidikan folk dan elitist
g. Berdasarkan keresmian resmi dan tak resmi
h. berdasarkan kesosialan sosial dan individu
Jenis-jenis kedwibahasaan menurut para ahli:
a. Harding dan Riley berdasarkan jumlah pemakai bahasa, yaitu: kedwibahasaan individu adalah pribadi-pribadi yang dapat menggunakan PB1 dan PB2; kedwibahasaan masyarakat adalah suatu masyarakat tertentu, disamping menguasai bahasa ibunya juga menguasai bahasa kedua karena tuntutan tertentu.
b. Paul Ston (1975) menyebutkan istilah kedwibahasaan elite, yaitu kelas menengah yang mempunyai hak istimewa, biasa yang berpendidikan baik atau tinggi.
c. Tosi (1982) mengetengahkan istilah kedwibahasaan jelata, yaitu suatu kelompok etnik yang harus menguasai B2 agar dapat bertahan hidup. Leo Loveday (1986) membagi menjadi 5 jenis kedwibahasaan, yaitu kedwibahasaan majemuk, terpadu kordinatif (kaitan B1 dan B2), seimbang (penguasaan B1 dan B2), riel (minoritas, situasi B1), dan tambahan (gengsi kedwibahasawan).
Dwibahasaan terpadu adalah seseorang yang dapat memadukan kedua sistem bahasa yangdikuasainya. Dwibahasaan kordinatif yaitu seseorang yang tidak dapat memadukan kedua sistem bahasa yang dikuasainya. Dwibahasawan selaras yaitu pembicara yang sama mashirnya dalam dua bahasa. Dwibahasawan minoritas yaitu sekelompok masyarakat kecil yang dapat kehilangan B1nya karena didominasi masyarakat besar lain. Dwibahasawan tambahan yaitu pembicara yang dapat menggunakan dua bahasa yang bergengsi atau bermanfaat dan saling melengkapi, saling memperkaya dan sejalan.

4. Interferensi
Kontak bahasa yang terjadai pada dwibahasawan menimbulkan saling pengaruh antara B1 dan B2 pada unsur bahasa seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Penggunaan sistem bahasa tertentu pada bahasa lainnya disebut dengan transfer. Jika transfer bersifat membantu karena kesamaan atau kesejajaran disebut transfer positif. Jika tranfer bersifat mengacau karena perbedaan bahasa disebut transfer negatif atau interferensi interferensi menyebabkan timbulnya kesulitan dalam pengajaran B2 dan menjadi salah satu sumber kesalahan.
Interferensi fisikologis yaitu mengacu pada pengaruh kebiasaan lama sebagai hasil mempelajari suatu terhadap suatu yang sedang dipelajari. Interferensi sosiolinguistik yaitu mengacu pada interaksi bahasa. Menurut Weinreich interferensi yaitu penyimpangan norma bahasa yang terjadi di dalam uajaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa.

BAB II
ANALISIS KONTRASTIF

1.Pengantar
Analisis Konstranstif (Anakon) sampai pertengahan ahun 1960-an mendominasi dunia pengajaran bahasa asing. Begitu juga bagi guru bahasa Indonesia kendati bahasa Indonesia bagi sebagian siswa bukan merupakan bahasa asing. Pemahaman terhadap anakon akan membantu guru untuk mengaplikasikannya di dalam kelas, atau dapat mengembangkan dan memodifikasi serta menciptakan cara-cara pengajaran bahasa berdasarkan contoh-contoh yang ada.
Untuk memahami konsep Anakon terdapat sembilan butir penting, yaitu:
a. Batasan/pengertian Anakon
b. Hipotesis Anakon
c. Tuntutan pedagogis Anakon
d. Aspek linguistik serta psikologis Anakon
e. Metode Anakon
f. Cakupan telaah Anakon
g. Kritik terhadap Anakon
h. Implikasi pedagogis Anakon di dalam kelas
i. Anakon sebagai sarana pemrediksi kesalahan berbahasa

2. Batasan dan Pengertian Anakon
“Dasar psikologis Anakon adalah Teori Transfer yang diuraikan dan diformulasikan di dalam suatu teri psikologi dtimulus – Responsi kaum Behavioris” (James 1986 : 20) dengan kata lain teori belajar ilmu jiwa tingkah laku merupakan dasar Anakon. Ada dua butir inti teori belajar ilmu jiwa tingkah-laku, yaitu kebiasaan (habits); dan kesalahan (error). Apabila dikaitkan dengan pemerolehan bahasa maka kedua butir tersebut menjadi: kebiasaan berbahasa (language habits); dan kesalahan berbahasa (language error).
Menurut aliran psikologi behavirisme dengan tokoh Skiner berpendapat bahwa kebiasaan dapat terjadi dengan cara peniruan dan penguatan. Kebiasaan mempunyai dua karakteristik utama, yaitu:
1. Kebiasaan dapat diamati atau “observerble” bila berupa benda dapat diraba, dan bila berupa kegiatan atau aktifitas dapat dilihat.
2. kebiasaan bersifat mekanistis atau otomatis, kebiasaan terjadi secara spontan tanpa disadari dan sangat sukar dihilangkan kecuali kalau lingkungan berubah.
Aplikasinya dalam pengajaran bahasa yaitu ketika seorang anak menguasai PB1 (bahasa ibu) melalui peniruan yang biasanya diikuti pujian atau perbaikan. Dengan kegiatan ini mereka dapat mengembangkan pengetahuannya mengenai struktur, pola kebiasaan PB1. Dalam PB2, melalui cara peniruan dan penguatan para siswa mengidentifikasi hubungan antara stimulus dan responsi yang merupakan kebiasaan dalam B2.
Menurut teori psikologi behaviorisme, kesalahan berbahasa terjadi karena transfer negatif. Yaitu penggunaan sistem yang berbeda yang terdapat pada B1 dan B2. Kesalahan berbahasa itu dapat dihilangkan dengan cara menanamkan kebiasaan berbahasa kedua melalui latihan, pengulangan, dan penguatan (hukuman atau hadiah).
Anakon berupa prosedur kerja, yaitu kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan kedua bahasa itu.

3. Hipotesis Anakon
Perbedaan antara dua bahasa merupakan dasar untuk memperkirakan butir-butir yang menimbulkan kesulitan belajar bahasa atau kesalahan berbahasa yang dihadapi siswa. Maka dijabarkan Hipotesis Anakon. Terdapat dua versi Hipotesis Anakon, yaitu:
1. Hipotesis bentuk kuat (strong form hipotesis), menyatakan bahwa semua kesalahan dalam B2 dapat diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan antara B1 dan B2. dalam bentuk ini terdapat 5 bagian ragam dan asumsi Hipotesis Anakon, yaitu :
a. Penyebab utama kesulitan setelah interferensi bahasa ibu,
b. Kesulitan belajar disebabkan perbedaan B1 dan B2,
c. Semakin besar perbedaan B1 dan B2 maka semakin gawat kesulitan belajar,
d. Hasil perbandingan B1 dan B2 dipakai peramal kesulitan belajar; dan
e. Bahan pelajaran siswa adalah perbedaan yang disusun berdasarkan Anakon.
2. Hipotesis bentuk lemah (weak form hipotesis), menyatakan bahwa Anakon hanyalah bersifat diagnistik belaka karena Anakon dan Anakes harus saling melengkapi. Dalam ragam dan asumsi hipotesis Anakon bentuk ini menyatakan bahwa Anakon hanya bersifat diagnostik belaka.
Ada 3 sumber yang digunakan sebagai penguat atau rasional hipotesis Anakon, yaitu:
1. Pengalaman praktis guru bahasa asing, berupa tekanan B1 siswa pada B2. kesalahan cukup besar, menetap, dan selalu berulang.
2. Telaah mengenai kontak bahasa di dalam situasi kedwibahasaan, berupa B2 dipengaruhi B1, atau B1 dipengaruhi B2.
3. Teori belajar, berupa transfer positif B1=B2 dan transfer negatif/interferensi B1#B2.

4. Tuntutan Pedagogis Anakon
Kesulitan dalam belajar B2 serta kesalahan dalam berbahasa para siswa yang mempelajari B2 atau bahasa asing menyebabkan adanya tuntutan perbaikan engajaran bahasa. Hal inilah yang merupakan tuntutan pedagogis Anakon . Anakon adalah prosuder kerja yang kemudian diteruskan oleh aktivitas lainnya yang relevan dengan kegiatan sebelumnya. Semua aktivitas tersebut mengacu pada perbaikan pengajaran B2. Maka tuntutan pedagogis terhadap Anakon dijawab denngan sejumlah upaya dalam rangka memperbaiki pengajaran bahasa.
Robert Rado (1957) mengemukakan “Unsur-unsur yang sama dalam B1 dan B2 yang sedang dipelajari merupakan penunjang pengajaran B2, sebaliknya unsur-unsur yang berbeda menyebabkan timbulnya kesulitan belajar.” Bagi psikologi behaviorisme tanggapan Anakon dalam usaha memperbaiki pengajaran bahasa berisi 4 langkah, yaitu:
1. Perbandingan. Yaitu B1 dan B2 yang akan dipelajari siswa diperbandingkan. Perbandingan ini menyangkut segi linguistik.
2. Memprediksi atau memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa.
3. Penyusunan atau pengurutan bahan pengajaran.
4. Penyampaian bahan.

5. Apek Linguistik dan Psikologis Anakon
Dari keempat langkah Anakon di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa Anakon mempunyai dua aspek yaitu aspek linguistik dan aspek psikologis (ellis, 1986 : 23). Aspek linguistik berkaitan dengan maslah perbandingan. Aspek psiklogis menyangkut kesukaran belajar, kesalahan berbahasa, cara penyusunan bahan pengajaran, cara penyampaian bahan pengajaran dan penataan kelas.
Aspek linguistik Anakon berkaitan dengan pemerian bahasa dalam rangka memperbandingkan dua bahasa. Untuk mengidentifikasi perbedaan dua bahasa dalam Anakon biasa digunakan linguistik strruktural, walaupun lebih efektif hanya jika kedua bahasa serumpun. Maka Chomsky mengusulkan tata bahasa generatif untuk mengatasi masalah ini. Menurut S.N Sirdhar ada tiga aspek tata bahasa generatif yang mempengaruhi Anakon, yaitu (1) kesemestaan bahasa, (2) struktur dalam dan struktur permukaan, dan (3) pemerian fenomena linguistik yang teliti dan eksplisit (Fisiak [ed], 1985 : 213). Tataran linguistik yang digarap oleh pengikut Anakon belum merata. Tataran fonologi lebih mendominasi, selanjutnya disusul tataran sintaksis dan terakhir kosa kata.
Hal-hal yang dapat diungkapkan melalui perbandingan dua bahasa, yaitu:
1. Ketidak perbedaan
2. Fenomena konvergen (dua butir atau lebih dalam B1 menjadi satu dalam B2, contoh B1 padi, beras, nasi. B2 menjadi rice)
3. Ketidakadaan (sistem dalam B1 tidak ada dalam B2)
4. Beda distribusi (butir B1 berbeda distribusi dengan butir sama B2)
5. Tiada persamaan
6. Fenomena divergen ( butir satu dalam B1 menjadi dua dalam B2)

6. Metode Anakon
Bila ingin mengetahui perbedaan dua bahasa maka harus terlebih dulu tersedianya deskripsi kedua bahasa tersebut. Deskripsi itu diperoleh melalui perbandingan yang akurat dan eksplisit. Pendekatan yang berkaitan dengan linguistik ada dua yang bisa digunakan. Pertama pendekatan “polisistemik” yang berasumsi bahwa bahasa adalah “system of system. Maka yang diperbandingkan hanya sistem kedua bahasa tersebut. Pendekatan kedua adalah “komparabilitas” atau “keterbandingan” yang menyangkut segi-segi (1) kesamaan struktur, (2) kesamaan terjemahan, dan (3) kesamaan struktur dan kesamaan terjemahan.
Pendekatan yang berkaitan dengan aspek psikologis terdapat dua. Pertama, pendekatan yang berkaitan pemerian dan prediksi interferensi harus berdasar pada kenyataan aktual yang dialami siswa, bukan pada abstrak atau teoritis. Pendekatan ini dikenal dengan “contact analisys in discenti”. Pendekatan kedua berkaitan dengan cara penyampaian yang sangat menekankan kepda pembentukan kebiasaan atau penekanan aksi-reaksi atau stimulus-responsi. Yang berkaitan dengan penataan kelas dikenal dengan pendekatan penataan terkait dan penataan terpisah.

7. Cakupan Telaah Anakon
Anakon mencakup dua hal. Pertama teori linguistik sebagai sarana pemerbanding strruktur dua bahasa. Kedua psikologi yang berkaitan dengan transfer, penyususnan bahan, cara penyajian dan penataan kelas.

8. Kritik Terhadap Anakon
Kritik terhadap aspek linguistik berkenaan dengan teori linguisik struktural yang kurang memadai, bidang garapan kebanyakan mengenai sistem fonologi, sedikit sintaksis, dan mengabaikan bidang semantik. Kritik terhadap aspek psikologis berkaitan dengan prediksi kesalahan, penyusunan bahan, belum adanya tata bahasa pedagogis, dan [enataan kelas. Weldemar Marton menyatakan bahwa kebanyakan kritik itu berdasarkan kesalahpahaman saja.

9. Implikasi Pedagogis Anakon
Implikasi Anakon dalam kelas pengajaran bahasa terlihat pada:
a. Penyusunan materi pengajaran yang didasarkan pada hasil perbandingan B1 dan B2.
b. Penyusunan tata bahasa pedagogis sebagai penerapan teori linguistik yang dianut.
c. Penataan kelas secaa terpadu atau terkait; bahasa ibu diperhitungkan dan digunakan sebagai pembantu dalam pengajaran B2.
d. Penyajian materi pengajaran yang secara langsung:
i. Menunjukkan persamaan dan perbedaan B1 dan B2.
ii. Menunjukkan B1 yang mungkin menginterferensi B2.
iii. Menganjurkan cara mengatasi interferensi.
iv. Melatih secara intensif butir-butir yang berbeda.

10. Anakon sebagai Pemerediksi Kesalahan
Walaupun banyak kritikan terhadap Anakon. Namun anakon tetap tegak dengan perbaikan dan penyempurnaan sehingga Anakon tetap fungsinal, paling tidak dalam pengajaran bahas Inggris sebagai B2. Anakon dapat memprediksi butir tertentu dari suatu bahasa yang fotensial mendatangkan interferensi. Walaupun tidak secara tepat Anakon dapat menunjukkan kesalahan akibat dari interferensi tersebut. Selain itu Anakon dapat menjelaskan sebab-musabab kesalahan tersebut.

ANALISA KONTRASTIF PENGANDAIAN BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA INGG

PENDAHULUAN
Analisa kontrastif ádalah analisa yang digunakan dalam mencari suatu perbedaan yang sering membuat pembelajar bahasa kedua mengalami kesulitan dalam memahami suatu materi bahasa.[1] Dengan adanya analisa kontrastif ini diharapkan dapat memahami  bahasa kedua atau bahasa asing dengan lebih mudah.
Pada dasarnya analisa kontrastif dapat dibedakan dalam beberapa bagian. Secara gramatikal atau struktural, dan sintaksis. Untuk analisa gramatikal yaitu analisa yang berdasar pada tata bahasa dari masing-masing bahasa pertama dan kedua, analisa sintaksis adalah analisa yang berdasar pada asal kata atau bagaimana memaknai statu bahasa dan analisa pragmatik adalah analisa yang berdasar pada penggunaan bahasa tersebut baik secara formal maupun informal.
Dengan adanya analisa tersebut diatas diharapkan pengajar ataupun pembelajar bahasa dapat lebih mudah dalam belajar bahasa dan tidak mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan bahasa yang dipelajari.
Dengan adanya tulisan ini, diharapkan penulis dapat lebih memahami tentang manfaat analisa kontrastif dan menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam mengajar bahasa Inggris. Selain itu, diharapkan para pembaca dapat memanfaatkan tulisan ini sebagai bahan bacaan untuk meminimalisasi perbedaan yang terjadi dan bagaimana memahami salah satu aspek bahasa kedua atau bahasa asing dengan lebih mudah.
A. Latar Belakang
Berdasar pada kurikulum KTSP 2006, pengajaran Bahasa Inggris untuk SMA mencakup 4 keterampilan bahasa yaitu menyimak (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan  menulis (writing).[2] Untuk pengajaran tata bahasa atau grammar tidak secara tersurat tercakup dalam kurikulum tersebut. Meskipun demikian, pengajaran grammar menjadi suatu kesatuan dalam pengajaran keempat keterampilan bahasa seperti yang telah tertulis di atas.
Pengajaran Bahasa Inggris tidak lepas dari pengajaran tata bahasa atau disebut juga dengan grammar. Meskipun terkadang menjadi polemik bagi pengajar apakah masih perlu mengajar tata bahasa pada aspek pengajaran bahasa Inggris. Dengan kesan yang monoton, pengajaran grammar ini menjadi tidak menarik, baik bagi siswa maupun guru. Beberapa guru mencoba dengan berbagai teknik dalam pengajaran grammar ini, tetapi masih saja mengalami kesulitan dalam memberi pemahaman kepada siswa.
Salah satu materi grammar yang sangat sulit dipahami oleh siswa adalah pengandaian (conditional sentence). Dari sekolah dasar, siswa telah diajarkan pengandaian ini dan terus berulang sampai mereka menapak jenjang sekolah menengah atas dengan derajat dan tingkat yang lebih tinggi. Guru harus mengulang setiap mengajarkan pengandaian di tingkat awal setiap kali akan mengajarkan pensyaratan di tingkat lebih tinggi. Demikian kejadian ini terus berulang. Mengapa terjadi demikian?
Dalam makalah ini diulas dan akan diteliti penyebab terjadinya kesulitan belajar dalam memahami grammar khususnya pengandaian  atau conditional sentence Bahasa Inggris sebagai bahasa asing dengan perbandingan pengandaian di dalam Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Dengan demikian diharapkan akan memberikan suatu kemudahan dalam mengajar dan memberi pemahaman tentang pengandaian atau conditional sentence  Bahasa Inggris di dalam kelas dan berdampak pada pemanfaatan bahasa asing untuk komunikasi baik lisan maupun tertulis.
B. Masalah Penelitian
Penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
(1)   Bagaimana kalimat pengandaian dalam Bahasa Indonesia?
(2)   Bagaimana kalimat pengandaian dalam Bahasa Inggris?
(3)   Bagaimana perbandingan kalimat pengandaian dalam Bahasa
      Indonesia dan  Bahasa Inggris?
C. Pembatasan Masalah
      Dalam penelitian ini penulis membatasi kajian penelitian dengan berfokus pada kalimat-kalimat yang ada dalam buku Understanding and Using English Grammar karangan Betty Schrampfer Azar dan Penggunaan Preposisi dan Konjungsi dalam Bahasa Indonesia karangan Abdul Chaer serta Tata Bahasa Indonesia karangan Gorys Keraf.
D. Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana tingkat perbandingan kalimat pengandaian pada bahasa Indonesia dan bahasa Inggris?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat perbandingan kalimat pengandaian dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
F. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang dapat dijadikan acuan bagi pengajaran Bahasa Inggris pada umumnya dan khususnya berkaitan dengan kalimat pengandaian. Manfaat yang dimaksud adalah:
 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan model penelitian guna meningkatkan keterampilan berbahasa, khususnya yang berkaitan dengan kalimat pengandaian dalam bahasa Inggris.
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan acuan oleh pengajar bahasa dalam menentukan model pemecahan masalah yang berkaitan dengan pengajaran di kelas, khususnya kalimat pengandaian.
3. Penelitian ini diharapkan pula dapat membuka wawasan penulis dan mahasiswa lain pada pengetahuan Bahasa Inggris khususnya tentang kalimat pengandaian dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu pendidikan bahasa terutama pada aspek pengajaran grammar atau tata bahasa khususnya kalimat pengandaian dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Landasan Teori
A. Analisis Kontrastif
     Prinsip-Prinsip Dasar Analisis Kontrastif
     Menurut Halliday terdapat dua prinsip pada analisis kontrastif, yaitu memerikan sebelum membandingkan dan membandingkan pola-pola tertentu dan bukan bahasa secara keseluruhan.
Pada prinsip pertama kita tidak dapat membandingkan cara kerja sejumlah bahasa sebelum kita memerikan cara kerja masing–masing bahasa itu. Jika kita ingin menggunakan bahasa ibu sebagai bahan perbandingan dalam mempelajari bahasa asing, kita tidak cukup hanya bisa berbahasa ibu tetapi kita juga harus menguasai bahasa yang akan kita bandingkan itu.
Pada prinsip kedua, kita tidak dapat membandingkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris secara keseluruhan. Yang dapat diperbandingkan adalah salah satu atau beberapa unsur atau pola yang terdapat pada masing-masing bahasa pengandaian yang dibandingkan. Dan kita tidak dapat menarik kesimpulan dari kedua perbandingan ini karena setiap pola perbandingan dibahas secara terpisah. Hal ini sesuai dengan penelitian ini, yang membandingkan kalimat pengandaian dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.  [3]
Tahap-Tahap Analisis Kontrastif
Dalam setiap perbandingan kita mengikuti tiga tahapan Anakon berikut ini:
a. Mendeskripsikan ciri-ciri yang akan diperbandingkan dari masing-masing bahasa, yaitu memaparkan pokok bahasan secara menyeluruh yang mencakup hal arti, fungsi dan atribut dari ciri-ciri tersebut.[4]
b.Memastikan bahwa ciri-ciri tersebut dapat dibandingkan. Untuk itu sebelumnya harus dapat diperlihatkan padanan kontekstualnya yang memungkinkan ciri itu dapat dibandingkan. Tetapi bila padanan struktur itu tidak muncul dalam terjemahan maka ciri-ciri itu tidak perlu diperbandingkan.[5]
c. Setelah ciri-ciri yang akan diperbandingkan dipaparkan atau dideskripsikan dan telah jelas bahwa ciri itu dapat diperbandingkan maka langkah selanjutnya adalah membandingkan ciri-ciri dari kedua bahasa itu dengan melihat persamaan dan perbedaan didalamnya.
B.Pengandaian dalam Bahasa Indonesia
Menurut Gorys Keraf, pengandaian dalam bahasa Indonesia ditandai dengan adanya kata penghubung atau conjunction yaitu jika, andaikata, asal, asalkan, jikalau, sekiranya, dan seandainya.[6]
Terdapat dua makna pengandaian di dalam bahasa Indonesia, yaitu sebagai persyaratan dan pengandaian. Pengandaian mempunyai makna syarat bagi terlaksananya apa yang tersebut pada klausa inti. Secara jelas hubungan ini ditandai dengan kata penghubung jika, apabila, kalau, asalkan, asal, manakala dan jikalau. Sebagai contoh adalah kalimat berikut ini:
(1)   Kemauan untuk hidup ini akan ada jika di dalam diri seseorang ada perasaan bahwa dia dibutuhkan oleh lingkungannya.
Kalimat diatas terdiri dari tiga klausa yaitu 1) kemauan untuk hidup ini akan ada  sebagai klausa inti , 2) di dalam diri seseorang ada perasaan, 3) dia dibutuhkan oleh lingkungannya. Klausa 2 dan kausa 3 merupakan klausa bawahan yang menyatakan ‘syarat’ bagi terlaksananya apa yang tersebut pada klausa inti.
Contoh pada kalimat lain adalah:
(2)   Apabila hal itu terjadi juga, aku akan mencelanya di depan siapa saja tanpa mempedulikan kesopanan bahasa.
(3)   Aku hanya dapat berjumpa dengan mereka pada waktu-waktu libur sekolah atau pada hari Sabtu dan Minggu bila mereka tidak mendapat hukuman.
(4)   Bilamana hujan turun agak lebat, daerah itu tentu tergenang air.
(5)   Jikalau aku dapat lulus dari SMA, aku akan melanjutkan pelajaranku ke Fakultas Sastra.
Hubungan makna pensyaratan sebagai pengandaian  terjadi apabila klausa bawahan menyatakan suatu andaian, suatu syarat yang tidak mungkin terlaksana bagi klausa inti sehingga apa yang dinyatakan oleh klausa inti juga tidak mungkin terlaksana. Pengandaian ini ditandai dengan adanya kata-kata seperti andaikan, andaikata, seandainya, sekiranya, dan seumpama.
Beberapa kalimat di bawah ini merupakan contoh dari kalimat pensyaratan yang merupakan pengandaian dalam bahasa Indonesia.
(1)               Andaikan gadis itu tidak suka padamu, engkau harus menjamin dia kecuali bila ia berkeberatan.
(2)               Andaikata nona maju ke pengadilan, tentu perkara ini akan disidangkan dan tentu perhatian pers dan publik yang sudah mereda itu akan hangat kembali.
(3)               Seandainya engkau tidak hadir malam itu, kami tidak akan mendapat uang sedemikian banyaknya.
(4)               Aku tidak dapat memikirkan apa yang akan terjadi seumpama dia tidak ada disana.
Ditambahkan menurut Abdul Chaer, konjungsi andaikata mempunyai fungsi untuk menggabungkan menyatakan syarat untuk diandaikan di depan klausa yang menjadi anak kalimat dari suatu kalimat majemuk bertingkat.[7]
Contoh :
1.      Andaikata kamu tidak datang, saya akan menggantikan kamu memimpin rapat ini.
2.      Saya akan membelikan kamu sebuah mobil baru andaikata saya Menang  lotre 100 juta.
3.      Generasi mendatang tidak akan mengenal cómodo andaikata binatang langka itu tidak dilindungi.
Secara fungsional andaikata sama dengan kata penghubung kalau dan jika, tetapi secara semantik berbeda. Kalau dan jika menyatakan syarat yang harus dipenuhi sedangkan andaikata menyatakan syarat yang diandaikan dan tidak selalu dipenuhi.
Secara agak bebas dapat digunakan kata penghubung andaikan dan seandainya dengan fungsi dan arti yang sama dengan kata penghubung andaikata.
C. Pengandaian dalam Bahasa Inggris
Dalam Bahasa Inggris, menurut Azar, pengandaian atau disebut juga dengan Conditional Sentence memiliki tiga macam, yaitu 1) pengandaian yang digunakan untuk kejadian benar pada masa kini atau masa yang akan datang, 2) pengandaian yang tidak benar di masa kini atau masa datang, 3) pengandaian yang tidak benar di masa lalu. Penggunaan pengandaian ini memiliki penggunaan dan syarat-syarat tertentu.[8]
1.      Pengandaian yang digunakan untuk kejadian benar pada masa kini dan masa akan datang
Terdapat syarat-syarat dalam menggunakan pengandaian jenis ini, yaitu:
a.      Kalimat pengandaian jenis ini digunakan untuk mengandaikan kegiatan rutin atau pada situasi yang rutin.
b.      Digunakan untuk memperkirakan falta yang akan terjadi di masa kini atau masa akan datang.
c.      Menggunakan bentuk simple present yakni:
If + subyek +kata kerja 1+obyek, subyek +will + kata verja 1
Contoh :
If I don’t eat breakfast, I will always get hungry during class
(Jika saya tidak makan pagi, saya akan lapar selama ada di kelas).
If the weather is nice tomorrow, we will go on a picnic.
(Jika cuaca cerah besok, kita akan pergi bertamasya).
2.      Pengandaian yang digunakan untuk kejadian yang tidak terjadi pada saat kini dan masa akan datang.
Kalimat Pengandaian ini digunakan untuk mengekspresikan bahwa sesuatu terjadi dengan sebaliknya atau berlawanan dengan kenyataannya dan digunakan pada masa kini dan akan datang.
Bentuk dari kalimat pengandaian ini adalah:
If + subyek+kata kerja 2, subyek+would+kata kerja 1
Contoh kalimat:
If I taught this class, I wouldn’t give tests.
(Jika saya mengajar kelas ini, saya tidak akan memebrikan tes, kenyataannya saya tidak mengajar kelas ini).
If I were you, I would accept their invitation.
( Jika saya menjadi anda, saya akan menerima undangan itu , kenyataannya adalah saya bukanlah anda sehingga saya tidak menerima undangan itu).
3.      Pengandaian yang digunakan untuk kejadian yang tidak benar (berlawanan dengan kenyataan) di masa lalu.
Kalimat ini digunakan untuk mengekspresikan sesuatu yang tidak pernah terjadi di masa lampau. Rumus kalimat ini adalah :
If +subyek +had + kata kerja 3, subyek+ would+have+kata kerja 3
Contoh dalam kalimat adalah:
If you had told me about the problem, I would have helped you.
(jika anda mengatakan masalah itu, saya akan membantu anda,  kenyataannya bahwa anda tidak mengatakan masalah itu dan saya tidak akan membantu anda).
If they had studied, they would have passed the exam.
(jika mereka belajar, mereka akan lulus ujian itu, kenyataannya bahwa mereka tidak belajar dan mereka tidak lulus ujian).
METODOLOGI PENELITIAN
 A.     Tujuan Khusus Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang perbandingan kalimat pengandaian pada bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
B.    Obyek Penelitian
            Contoh kalimat bahasa Inggris dalam buku Understanding and Using English Grammar karangan Betty Schrampfer Azar dan dipadankan dengan Penggunaan Preposisi dan Konjungsi dalam Bahasa Indonesia karangan Abdul Chaer serta Tata Bahasa Indonesia karangan Gorys Keraf.
 C.    Fokus dan Sub Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada kalimat bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang mengandung  pengandaian. Sub fokus pada penelitian ini adalah:
1.      Pengandaian pada bahasa Indonesia
2.      Pengandaian pada bahasa Inggris
3.      Perbandingan pengandaian pada bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
D.    Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan kualitatif dengan teknik analisis descriptive analysis dengan pendekatan analisis kontrastif.
E.     Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini tidak terikat dengan tempat khusus karena penelitian ini adalah content anlaysis. Waktu penelitian adalah 24 November 2007.
F.     Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa proses. Pertama, membaca buku tata bahasa Indonesia dan Enlish Grammar. Kedua, membaca buku, data internet, jurnal, yang berhubungan dengan obyek penelitian terutama yang berhubungan dengan kalimat pengandaian. Demikian juga dengan buku sintaksis dan analisis kontrastif yang menjelaskan tentang kalimat pengandaian di bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
G.    Teknik Analisis Data
Data dianalisis secara kualitatif. Langkah-langkah yang dilakukan adalah mencakup:
i.                    pengumpulan data
ii.                  reduksi data
iii.                penafsiran data
iv.                 penarikan kesimpulan
METODOLOGI PENELITIA
Analisa Kontrastif Pengandaian  Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dalam Perspektif  Struktural
     Secara struktural, kalimat pengandaian memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah terdapat pada kata-kata khusus yang digunakan dalam kalimat pengandaian sedangkan perbedaannya adalah dalam bahasa Indonesia hanya terdapat satu jenis pengandaian dan dalam bahasa Inggris terdapat tiga macam pengandaian yang sangat bergantung pada waktu pengucapan.
Pengandaian dalam Bahasa Indonesia hanya memiliki satu syarat dalam pembuatan kalimatnya. Secara tata bahasa Bahasa Indonesia hanya menggunakan kata-kata jika, seandainya, andaikata, jikalau, sekiranya, asalkan, apabila, dan manakala. Dalam bahasa Inggris kata-kata di atas hanya ditandai dengan adanya kata ’if’  yang memiliki arti yang sama dengan kata ’jika’ atau ’seandainya’. Jadi terdapat persamaan kalimat pengandaian dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yaitu dengan adanya kata khusus yang digunakan dalam kalimat pengandaian ini, dalam Bahasa Indonesia menggunakan jika, seandainya, seumpama, dan apabila, sedangkan dalam Bahasa Inggris menggunakan kata’if’ dalam membuat kalimat pengandaian ini.
Perbedaannya adalah dalam Bahasa Indonesia tidak mengenal perbedaan waktu pengucapan.  Seperti contoh berikut ini:
Saya akan membelikan mobil baru jika saya dapat lotere 100 juta.
Kalimat pengandaian diatas ini diucapkan sama meskipun kalimat ini diucapkan sekarang (present), masa depan (future), ataupun masa lalu (past).
Dalam bahasa Inggris kalimat diatas harus dilihat waktu dalam mengucapkannya.
I will buy a new car for you, if I get lottery 100 millions (sekarang dan masa depan, tetapi hal ini merupakan kejadian yang benarbenar terjadi).
I would have bought a new car for you, if I had got a lottery 100 millions. ( masa lalu, kejadian ini adalah tidak benar terjadi di masa lalu).
Dengan contoh diatas terlihat bahwa terdapat perbedaan dalam menggunakan kalimat pengandaian dalam bahasa Indonesia dan dalam Bahasa Inggris.
Meskipun demikian terdapat perbedaan dalam penggunaan kalimat pengandaian dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Yaitu berhubungan dengan masalah waktu. Dalam bahasa Indonesia, tidak mengena adanya waktu pemakaian.semuanya sama meskipun digunakan dalam masa kini, masa depan, maupun masa lalu.tidak terdapat perubahan dalam kata kerjanya. Jika terjadi perubahan waktu maka kalimat pengandaiannya akan ditambahkan kata keterangan waktu. Sebagai misal adalah:
Jikalau aku dapat lulus dari SMA tahun depan, aku akan melanjutkan pelajaranku ke Fakultas Sastra.
Maka Bahasa Inggrisnya adalah:
If I graduate from senior high school next year, I will continue my study to literature faculty.
Jika waktu pengucapannya diubah pada masa lalu maka terjadi perubahan pada kalimatnya, menjadi:
Jikalau aku dapat lulus dari SMA tahun lalu, aku akan melanjutkan pelajaranku ke Fakultas Sastra.
Maka bahasa Inggrisnya adalah:
If I graduated from senior high school last year, I would continue my study to literature faculty.
Perubahan yang terjadi adalah perubahan kata kerja yaitu:
Lulus tahun depan : graduate
Lulus tahun lalu  : graduated
Perubahan yang kedua adalah adanya perubahan will (masa depan) menjadi would (masa lalu).
KESIMPULAN
 Seperti dalam bahasa Indonesia, Bahasa Inggris pun terdapat kalimat pengandaian. Kalimat pengandaian ini digunakan untuk mengutarakan suatu kejadian yang tidak terjadi dalam kenyataannya.
Setelah dianalisis dan dicari padanan dan perbandingannya dalam kalimat pengandaian dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, penulis telah menemukan persamaan dan perbedaan yang ada. Baik persamaan maupun perbedaannya dapat dilihat secara struktural maupun secara pragmatis.
Secara struktural terdapat persamaan kalimat pengandaian dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yaitu dengan adanya kata khusus yang digunakan dalam kalimat pengandaian ini, dalam Bahasa Indonesia menggunakan jika, seandainya, seumpama, dan apabila, sedangkan dalam Bahasa Inggris menggunakan kata’if’ dalam membuat kalimat pengandaian ini. Sedangkan perbedaannya adalah dalam Bahasa Indonesia tidak mengenal perbedaan waktu pengucapan.  Kalimat pengandaian diatas ini diucapkan sama meskipun kalimat ini diucapkan sekarang (present), masa depan (future), ataupun masa lalu (past). Dikarenakan perbedaan waktu maka kata kerja yang digunakan dalam masing-masing tenses berbeda, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak ada perbedaan kata kerja.
 Daftar Pustaka
Azar, Betty Schrampfer. Understanding and Using English Grammar. Jakarta,
          Binarupa Aksara, 1993
Chaer, Abdul, Penggunaan Preposisi dan Konjungsi dalam Bahasa Indonesia.
          Jakarta, IKIP. 1984
Halliday, M.A.K.The Linguistic Sciences and Language Teaching.
          Bloomington:Indiana University Press, 1970.
James, Carl. Errors in Language Learning and Use. England:Longman, 1998
Keraf , Gorys. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah, 1991
KTSP 2006 bahasa Inggris, Departemen Pendidikan Nasional 2006.
Lado, Robert .Linguistic Across Culture. Michigan : University of Michigan Press,
            1964.

[1] Carl James. Errors in Language Learning and Use. (England: Longman, 1998) hal . 1
[2] KTSP 2006 bahasa Inggris, Departemen Pendidikan Nasional 2006.
[3] M.A.K. Halliday.The Linguistic Sciences and Language Teaching. (Bloomington:Indiana University Press, 1970) hal. 113
[4] Robert Lado.Linguistic Across Culture. (Michigan : University of Michigan Press, 1964). Hal.67
[5] M.A.K. Halliday.The Linguistic Sciences and Language Teaching. (Bloomington:Indiana University Press, 1970) hal. 114
[6] Gorys Keraf. Tata Bahasa Indonesia. (Jakarta, Nusa Indah, 1991). Hal 41.
[7] Abdul Chaer.Penggunaan Preposisi dan Konjungsi dalam Bahasa Indonesia. Jakarta, IKIP. 1984 .hal 79-80.
[8] Betty Schrampfer Azar. Understanding and Using English Grammar. (Jakarta, Binarupa Aksara, 1993). Hal 347-349.