Kamis, 16 Juni 2011

Analisis Kesalahan Berbahasa

Analisis Kesalahan Berbahasa

BAB I
TINJAUAN UMUM

1. Pengantar
Lebih dari setengah penduduk dunia adalah dwibahasawan yang menggunakan dua bahasa atau lebih sebagai alat komunikasi. Kedwibahasaan adalah hasil dari pemerolehan bahasa. Kedwibahasaan ini menimbulkan interferensi sebagai salah satu penyebab kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa merupakan umpan balik bagi pengajaran bahasa. Pemerolehan bahasa adalah produk dari pengajaran bahasa.

2. Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa dapat dibagai atas Pemerolehan Bahasa Pertama (PB1) dan Pemerolehan Bahasa Kedua (PB2). PB1 adalah segala kegiatan seseorang dalam rangka mengusai bahasa ibu. Sedangkan PB2 adalah proses yang disadari atau tidak dalam rangka menguasai bahasa kedua setelah seseorang menguasai atau mempelajari PB1. Proses belajar ini dapat bersifat informal (pengajaran bahasa secara alamiyah) maupun formal (pengajaran bahasa secara ilmiah).
Menurut Dulay (1981:11), pengajaran bahasa secara alamiyah sama dengan pengajaran bahasa secara ilmiah. Para pakar sependepat pengajaran bahasa secara alamiah disebut dengan pemerolehan bahasa (language acquestion), dan pengajaran secara ilmiah disebut pemelajaran bahasa (language learning). Para ahli lain menganggap terdapat perbedaan yang jelas antara pemerolehan bahasa (alamiah) dan pemelajaran bahasa (ilmiah), mereka berargumentasi sebagai berikut:
PEMEROLEHANBAHASA PEMELAJARAN BAHASA
Informal Formal
Tidak berencana Berencana
Tidak disengaja Disengaja
Tidak disadari Disadari

3. Kedwibahasaan
Kedwibahasaan adalah kemampuan menghasilkan ujaran yang bermakna di dalam dua bahasa (atau lebih), bersifat relatif karena penguasaan bahasa seseorang berbeda-beda. Pengertian kediwibahasaan bersifat kira-kira atau kurang-lebih tidak bersifat mutlak, artinya pengertian kedwibahasaan berkembang dan berubah mengikuti tuntutan situasi dan kondisi. Faktor penyebab terjadinya pendidikan kedwibahasaan antara lain: dominasi politik, budaya, administrasi, ekonomi, militer, sejarah, agama, demografi, dan ideologi.
Kediwibahasaan dapat dipandang dari berbagai sudut, sehingga menghasilkan beraneka ragam klasifikasi, antara lain:
a. Berdasarkan hipotesis ambang yaitu subtraktif dan aditif
b. Berdasarkan tahapan usia pemerolehan yaitu infancy, childhood, adolescent, dan adulthood
c. Berdasarkan tahapan usia belajar B2 yaitu simultaneous dan sequential/berbarengan
d. Berdasarkan konteks yaitu compound/artificial dan coordinate/natural
e. Berdasarkan hakikat tanda dalam kontak bahasa yaitu kordintair, majemuk, dan subordinatif
f. Berdasarkan tingkat pendidikan folk dan elitist
g. Berdasarkan keresmian resmi dan tak resmi
h. berdasarkan kesosialan sosial dan individu
Jenis-jenis kedwibahasaan menurut para ahli:
a. Harding dan Riley berdasarkan jumlah pemakai bahasa, yaitu: kedwibahasaan individu adalah pribadi-pribadi yang dapat menggunakan PB1 dan PB2; kedwibahasaan masyarakat adalah suatu masyarakat tertentu, disamping menguasai bahasa ibunya juga menguasai bahasa kedua karena tuntutan tertentu.
b. Paul Ston (1975) menyebutkan istilah kedwibahasaan elite, yaitu kelas menengah yang mempunyai hak istimewa, biasa yang berpendidikan baik atau tinggi.
c. Tosi (1982) mengetengahkan istilah kedwibahasaan jelata, yaitu suatu kelompok etnik yang harus menguasai B2 agar dapat bertahan hidup. Leo Loveday (1986) membagi menjadi 5 jenis kedwibahasaan, yaitu kedwibahasaan majemuk, terpadu kordinatif (kaitan B1 dan B2), seimbang (penguasaan B1 dan B2), riel (minoritas, situasi B1), dan tambahan (gengsi kedwibahasawan).
Dwibahasaan terpadu adalah seseorang yang dapat memadukan kedua sistem bahasa yangdikuasainya. Dwibahasaan kordinatif yaitu seseorang yang tidak dapat memadukan kedua sistem bahasa yang dikuasainya. Dwibahasawan selaras yaitu pembicara yang sama mashirnya dalam dua bahasa. Dwibahasawan minoritas yaitu sekelompok masyarakat kecil yang dapat kehilangan B1nya karena didominasi masyarakat besar lain. Dwibahasawan tambahan yaitu pembicara yang dapat menggunakan dua bahasa yang bergengsi atau bermanfaat dan saling melengkapi, saling memperkaya dan sejalan.

4. Interferensi
Kontak bahasa yang terjadai pada dwibahasawan menimbulkan saling pengaruh antara B1 dan B2 pada unsur bahasa seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Penggunaan sistem bahasa tertentu pada bahasa lainnya disebut dengan transfer. Jika transfer bersifat membantu karena kesamaan atau kesejajaran disebut transfer positif. Jika tranfer bersifat mengacau karena perbedaan bahasa disebut transfer negatif atau interferensi interferensi menyebabkan timbulnya kesulitan dalam pengajaran B2 dan menjadi salah satu sumber kesalahan.
Interferensi fisikologis yaitu mengacu pada pengaruh kebiasaan lama sebagai hasil mempelajari suatu terhadap suatu yang sedang dipelajari. Interferensi sosiolinguistik yaitu mengacu pada interaksi bahasa. Menurut Weinreich interferensi yaitu penyimpangan norma bahasa yang terjadi di dalam uajaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa.

BAB II
ANALISIS KONTRASTIF

1.Pengantar
Analisis Konstranstif (Anakon) sampai pertengahan ahun 1960-an mendominasi dunia pengajaran bahasa asing. Begitu juga bagi guru bahasa Indonesia kendati bahasa Indonesia bagi sebagian siswa bukan merupakan bahasa asing. Pemahaman terhadap anakon akan membantu guru untuk mengaplikasikannya di dalam kelas, atau dapat mengembangkan dan memodifikasi serta menciptakan cara-cara pengajaran bahasa berdasarkan contoh-contoh yang ada.
Untuk memahami konsep Anakon terdapat sembilan butir penting, yaitu:
a. Batasan/pengertian Anakon
b. Hipotesis Anakon
c. Tuntutan pedagogis Anakon
d. Aspek linguistik serta psikologis Anakon
e. Metode Anakon
f. Cakupan telaah Anakon
g. Kritik terhadap Anakon
h. Implikasi pedagogis Anakon di dalam kelas
i. Anakon sebagai sarana pemrediksi kesalahan berbahasa

2. Batasan dan Pengertian Anakon
“Dasar psikologis Anakon adalah Teori Transfer yang diuraikan dan diformulasikan di dalam suatu teri psikologi dtimulus – Responsi kaum Behavioris” (James 1986 : 20) dengan kata lain teori belajar ilmu jiwa tingkah laku merupakan dasar Anakon. Ada dua butir inti teori belajar ilmu jiwa tingkah-laku, yaitu kebiasaan (habits); dan kesalahan (error). Apabila dikaitkan dengan pemerolehan bahasa maka kedua butir tersebut menjadi: kebiasaan berbahasa (language habits); dan kesalahan berbahasa (language error).
Menurut aliran psikologi behavirisme dengan tokoh Skiner berpendapat bahwa kebiasaan dapat terjadi dengan cara peniruan dan penguatan. Kebiasaan mempunyai dua karakteristik utama, yaitu:
1. Kebiasaan dapat diamati atau “observerble” bila berupa benda dapat diraba, dan bila berupa kegiatan atau aktifitas dapat dilihat.
2. kebiasaan bersifat mekanistis atau otomatis, kebiasaan terjadi secara spontan tanpa disadari dan sangat sukar dihilangkan kecuali kalau lingkungan berubah.
Aplikasinya dalam pengajaran bahasa yaitu ketika seorang anak menguasai PB1 (bahasa ibu) melalui peniruan yang biasanya diikuti pujian atau perbaikan. Dengan kegiatan ini mereka dapat mengembangkan pengetahuannya mengenai struktur, pola kebiasaan PB1. Dalam PB2, melalui cara peniruan dan penguatan para siswa mengidentifikasi hubungan antara stimulus dan responsi yang merupakan kebiasaan dalam B2.
Menurut teori psikologi behaviorisme, kesalahan berbahasa terjadi karena transfer negatif. Yaitu penggunaan sistem yang berbeda yang terdapat pada B1 dan B2. Kesalahan berbahasa itu dapat dihilangkan dengan cara menanamkan kebiasaan berbahasa kedua melalui latihan, pengulangan, dan penguatan (hukuman atau hadiah).
Anakon berupa prosedur kerja, yaitu kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan kedua bahasa itu.

3. Hipotesis Anakon
Perbedaan antara dua bahasa merupakan dasar untuk memperkirakan butir-butir yang menimbulkan kesulitan belajar bahasa atau kesalahan berbahasa yang dihadapi siswa. Maka dijabarkan Hipotesis Anakon. Terdapat dua versi Hipotesis Anakon, yaitu:
1. Hipotesis bentuk kuat (strong form hipotesis), menyatakan bahwa semua kesalahan dalam B2 dapat diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan antara B1 dan B2. dalam bentuk ini terdapat 5 bagian ragam dan asumsi Hipotesis Anakon, yaitu :
a. Penyebab utama kesulitan setelah interferensi bahasa ibu,
b. Kesulitan belajar disebabkan perbedaan B1 dan B2,
c. Semakin besar perbedaan B1 dan B2 maka semakin gawat kesulitan belajar,
d. Hasil perbandingan B1 dan B2 dipakai peramal kesulitan belajar; dan
e. Bahan pelajaran siswa adalah perbedaan yang disusun berdasarkan Anakon.
2. Hipotesis bentuk lemah (weak form hipotesis), menyatakan bahwa Anakon hanyalah bersifat diagnistik belaka karena Anakon dan Anakes harus saling melengkapi. Dalam ragam dan asumsi hipotesis Anakon bentuk ini menyatakan bahwa Anakon hanya bersifat diagnostik belaka.
Ada 3 sumber yang digunakan sebagai penguat atau rasional hipotesis Anakon, yaitu:
1. Pengalaman praktis guru bahasa asing, berupa tekanan B1 siswa pada B2. kesalahan cukup besar, menetap, dan selalu berulang.
2. Telaah mengenai kontak bahasa di dalam situasi kedwibahasaan, berupa B2 dipengaruhi B1, atau B1 dipengaruhi B2.
3. Teori belajar, berupa transfer positif B1=B2 dan transfer negatif/interferensi B1#B2.

4. Tuntutan Pedagogis Anakon
Kesulitan dalam belajar B2 serta kesalahan dalam berbahasa para siswa yang mempelajari B2 atau bahasa asing menyebabkan adanya tuntutan perbaikan engajaran bahasa. Hal inilah yang merupakan tuntutan pedagogis Anakon . Anakon adalah prosuder kerja yang kemudian diteruskan oleh aktivitas lainnya yang relevan dengan kegiatan sebelumnya. Semua aktivitas tersebut mengacu pada perbaikan pengajaran B2. Maka tuntutan pedagogis terhadap Anakon dijawab denngan sejumlah upaya dalam rangka memperbaiki pengajaran bahasa.
Robert Rado (1957) mengemukakan “Unsur-unsur yang sama dalam B1 dan B2 yang sedang dipelajari merupakan penunjang pengajaran B2, sebaliknya unsur-unsur yang berbeda menyebabkan timbulnya kesulitan belajar.” Bagi psikologi behaviorisme tanggapan Anakon dalam usaha memperbaiki pengajaran bahasa berisi 4 langkah, yaitu:
1. Perbandingan. Yaitu B1 dan B2 yang akan dipelajari siswa diperbandingkan. Perbandingan ini menyangkut segi linguistik.
2. Memprediksi atau memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa.
3. Penyusunan atau pengurutan bahan pengajaran.
4. Penyampaian bahan.

5. Apek Linguistik dan Psikologis Anakon
Dari keempat langkah Anakon di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa Anakon mempunyai dua aspek yaitu aspek linguistik dan aspek psikologis (ellis, 1986 : 23). Aspek linguistik berkaitan dengan maslah perbandingan. Aspek psiklogis menyangkut kesukaran belajar, kesalahan berbahasa, cara penyusunan bahan pengajaran, cara penyampaian bahan pengajaran dan penataan kelas.
Aspek linguistik Anakon berkaitan dengan pemerian bahasa dalam rangka memperbandingkan dua bahasa. Untuk mengidentifikasi perbedaan dua bahasa dalam Anakon biasa digunakan linguistik strruktural, walaupun lebih efektif hanya jika kedua bahasa serumpun. Maka Chomsky mengusulkan tata bahasa generatif untuk mengatasi masalah ini. Menurut S.N Sirdhar ada tiga aspek tata bahasa generatif yang mempengaruhi Anakon, yaitu (1) kesemestaan bahasa, (2) struktur dalam dan struktur permukaan, dan (3) pemerian fenomena linguistik yang teliti dan eksplisit (Fisiak [ed], 1985 : 213). Tataran linguistik yang digarap oleh pengikut Anakon belum merata. Tataran fonologi lebih mendominasi, selanjutnya disusul tataran sintaksis dan terakhir kosa kata.
Hal-hal yang dapat diungkapkan melalui perbandingan dua bahasa, yaitu:
1. Ketidak perbedaan
2. Fenomena konvergen (dua butir atau lebih dalam B1 menjadi satu dalam B2, contoh B1 padi, beras, nasi. B2 menjadi rice)
3. Ketidakadaan (sistem dalam B1 tidak ada dalam B2)
4. Beda distribusi (butir B1 berbeda distribusi dengan butir sama B2)
5. Tiada persamaan
6. Fenomena divergen ( butir satu dalam B1 menjadi dua dalam B2)

6. Metode Anakon
Bila ingin mengetahui perbedaan dua bahasa maka harus terlebih dulu tersedianya deskripsi kedua bahasa tersebut. Deskripsi itu diperoleh melalui perbandingan yang akurat dan eksplisit. Pendekatan yang berkaitan dengan linguistik ada dua yang bisa digunakan. Pertama pendekatan “polisistemik” yang berasumsi bahwa bahasa adalah “system of system. Maka yang diperbandingkan hanya sistem kedua bahasa tersebut. Pendekatan kedua adalah “komparabilitas” atau “keterbandingan” yang menyangkut segi-segi (1) kesamaan struktur, (2) kesamaan terjemahan, dan (3) kesamaan struktur dan kesamaan terjemahan.
Pendekatan yang berkaitan dengan aspek psikologis terdapat dua. Pertama, pendekatan yang berkaitan pemerian dan prediksi interferensi harus berdasar pada kenyataan aktual yang dialami siswa, bukan pada abstrak atau teoritis. Pendekatan ini dikenal dengan “contact analisys in discenti”. Pendekatan kedua berkaitan dengan cara penyampaian yang sangat menekankan kepda pembentukan kebiasaan atau penekanan aksi-reaksi atau stimulus-responsi. Yang berkaitan dengan penataan kelas dikenal dengan pendekatan penataan terkait dan penataan terpisah.

7. Cakupan Telaah Anakon
Anakon mencakup dua hal. Pertama teori linguistik sebagai sarana pemerbanding strruktur dua bahasa. Kedua psikologi yang berkaitan dengan transfer, penyususnan bahan, cara penyajian dan penataan kelas.

8. Kritik Terhadap Anakon
Kritik terhadap aspek linguistik berkenaan dengan teori linguisik struktural yang kurang memadai, bidang garapan kebanyakan mengenai sistem fonologi, sedikit sintaksis, dan mengabaikan bidang semantik. Kritik terhadap aspek psikologis berkaitan dengan prediksi kesalahan, penyusunan bahan, belum adanya tata bahasa pedagogis, dan [enataan kelas. Weldemar Marton menyatakan bahwa kebanyakan kritik itu berdasarkan kesalahpahaman saja.

9. Implikasi Pedagogis Anakon
Implikasi Anakon dalam kelas pengajaran bahasa terlihat pada:
a. Penyusunan materi pengajaran yang didasarkan pada hasil perbandingan B1 dan B2.
b. Penyusunan tata bahasa pedagogis sebagai penerapan teori linguistik yang dianut.
c. Penataan kelas secaa terpadu atau terkait; bahasa ibu diperhitungkan dan digunakan sebagai pembantu dalam pengajaran B2.
d. Penyajian materi pengajaran yang secara langsung:
i. Menunjukkan persamaan dan perbedaan B1 dan B2.
ii. Menunjukkan B1 yang mungkin menginterferensi B2.
iii. Menganjurkan cara mengatasi interferensi.
iv. Melatih secara intensif butir-butir yang berbeda.

10. Anakon sebagai Pemerediksi Kesalahan
Walaupun banyak kritikan terhadap Anakon. Namun anakon tetap tegak dengan perbaikan dan penyempurnaan sehingga Anakon tetap fungsinal, paling tidak dalam pengajaran bahas Inggris sebagai B2. Anakon dapat memprediksi butir tertentu dari suatu bahasa yang fotensial mendatangkan interferensi. Walaupun tidak secara tepat Anakon dapat menunjukkan kesalahan akibat dari interferensi tersebut. Selain itu Anakon dapat menjelaskan sebab-musabab kesalahan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar